Legenda Pulau Kemarau

legenda pulau kemarau/kemaro
Cerita ini terjadi di tanah Palembang dan berlangsung pada masa awal agama Islama berkembang, menggantikan agama Buddha sebagai agama penduduk daerah itu. 

Tersebutlah seorang gadis bangsawan Palembang yang termasyur karena kecantikannya. Kesohoran kecantikan si gadis ini juga terdengar oleh seorang pemuda Cina di negaranya. 

Pemuda Cina itu datang ke Palembang untuk meminang dan mengawini sang gadis. Akan tetapi, si pemuda tidak dapat bertemu dengan sang gadis, karena di Palembang waktu itu masih ada adat memingit anak gadis. Pemuda Cina itu tidak dapat menatap wajah gadis yang menjadi impiannya. 

Sekalipun begitu, karena sudah teguh niatnya untuk memperistri gadis itu, ia memutuskan untuk meminangnya. Pinangannya diterima dengan syarat utama yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, yaitu si pemuda Cina itu harus masuk Islam. Syarat kedua, pemuda Cina itu harus menyerahkan emas kawin sebanyak delapan tempayan penuh dengan emas. 

Pemuda Cina menyetujui semua syarat itu. Ia lalu mengirimkan utusan ke negerinya agar orang tuanya mengirimkan delapan tempayan berisikan emas dengan segera. 

Orang tua si pemuda Cina tidak berkeberatan. Ia memenuhi permintaan anaknya. Namun karena waktu itu pelayaran di laut di laut sangat tidak aman dan banyak perompak laut, orang tuanya mempunyai akal agar benda itu selamat tiba di tangan putranya. 

Setelah emas itu dimasukkan ke dalam tempayan, diatasnya ditutupi dengan tauco dan arak. Dengan demikian, sama sekali tidak mungkin dicurigai oleh siapa pun juga agar selamat sampai di tangan putranya. 

Sayangnya, rahasia ini tidak diberitahukan kepada anaknya. Tatkala si anak melihat bahwa yang dikirimkan kepadanya hanyalah tauco dan arak, maka si pemuda pun menjadi amat kecewa. Dengan amat marah ia membuang semua tempayan ke dalam Sungai Musi yang dalam itu. 

Setelah ia mengetahui bahwa yang dibuangnya itu sesungguhnya adalah emas, terkejutlah sang pemuda. Seketika itu juga ia jatuh pingsan dan meninggal. 

Peristiwa yang amat tragis ini terjadi di Pulau Kemarau, sebuah pulau yang terletak di tengah Sungai Musi. 

Konon, pada waktu mendengar kabar sedih mengenai tunangannya, si gadis segera menuju ke Pulau Kemarau dan tidak lama kemudian meninggal pula di sana. 

Rupanya, takdir telah menentukan bahwa kedua insan ini harus bersatu. Jika tidak di dunia ini, di dunia lain kan bersatu juga. 

Kesimpulan
Cerita ini dapat digolongkan ke dalam legenda, karena orang-orang Palembang keturunan Cina percaya bahwa cerita itu pernah terjadi. Sampai kini mereka selalu merayakan pesta Cap Go Meh, yaitu perayaan penutup Hari Raya Imlek, di Pulau Kemarau. Di sana berbagai kesenian Cina dipentaskan. 
Legenda ini mengajarkan agar setiap orang tidak terburu nafsu melakukan sesuatu tanpa diselidiki lebih dulu. Dengan demikian, tidak menyebabkan penyesalan di hari kemudian. 

Sumber : Buku Cerita Rakyat Dari Sumatera
Oleh : James Danandjaya
Penerbit : Grasindo


Next Post Previous Post