Payung Sakti
Pak Esmo sering mendapat ke berbagai negara. Kini setelah tugas-tugasnya selesai, Pak Esmo dan keluarganya kembali ke tanah air. Pak Esmo dikaruniai dua orang anak. Soraj dan Meyko. Kedua anak ini lahir di luar negeri.
Pada saat liburan panjang, Pak Esmo mengajak istri dan anak-anaknya mengunjungi Keraton Vohig, milik leluhur mereka. Soraj dan Meyko sangat gembira mendengar rencana liburan itu. Keluarga mereka yang tinggal di Keraton Vohig juga sangat gembira. Sebab mereka pun telah lama tidak berjumpa dengan Pak Esmo yang sering berada di luar negeri.
Hari yang ditunggu-tunggu Soraj dan Meyko akhirnya tiba juga. Mereka kini tiba di depan gerbang Keraton Vohig. Pertama-tama mereka harus menghadap Pak Edfo, penasehat keraton itu. Pak Edfo tersenyum ramah. Walau sudah lama tidak berjumpa, ia masih mengingat nama Pak Esmo dan istrinya.
"Esmo dan Eyda, senang sekali bisa melihat kalian lagi. Selamat datang di Keraton Vohig ini."
Kini keluarga Esmo bisa bebas memasuki semua wilayah keraton. Beberapa prajurit keraton mengawal mereka. Namun Soraj dan Meyko tidak diizinkan masuk ke Kastil Yeik, tempat tersimpan rahasia pusaka Keraton Vohig.
Pada suatu hari, Soraj dan Meyko bermain bersama sepupu mereka.
"Hei, Digha!Tolong antar kami ke kastil Yeik, ya!" bujuk Soraj.
"Untuk apa ? Kamu kan belum diwisuda. Hanya anggota keluarga yang sudah diwisuda yang boleh ke Kastil Yeik. Disitu disimpan payung sakti milik leluhur kita," ujar Digha melotot.
"Waaah, kamu pelit Digha. Oylu, kamu saja deh yang mengantarkan kami," Soraj kini membujuk Oylu, adik Digha.
"Aku tidak berani. Kalian kan belum di wisuda," jawab Oylu.
"Malamnya, Soraj bercerita dan mengeluh pada ayahnya.
"Pak, kata Digha, aku dan Meyko harus di wisuda dulu baru bisa masuk ke Kastil Yeik.
"Diwisuda apa sih?" Seperti kuliah saja!"
"Oh, wisuda yang dimaksud Digha adalah wisuda di Keraton Vohig. Anggota keluarga yang sudah di wisuda berhak memakai gelar bangsawan. Juga ikut memiliki segala kekayaan Keraton Vohig," kata Pak Esmo.
"Termasuk boleh ke Yeik tempat rahasia itu ?" tanya Meyko.
"Iya," jawab Pak Esmo singkat.
Agar anaknya tidak penasaran, Pak Esmo mengajak mereka berkeliling wilayah kekuasaan keraton. Mereka berjalan didampingi pengawal keraton. Mereka mengunjungi peternakan, juga perkebunan sayur mayur. Lalu mengunjungi pantai dan gunung yang masih berada di wilayah kekuasaan keraton. Di sepanjang pantai terdapat benteng dan meriam-meriam kuno.
Ketika malam pertama, bulan purnama tiba, Keraton Vohig mengadakan wisuda. Kali ini untuk memberi gelar kepada Soraj dan Meyko. Wisuda kali ini memang agak unik. Sebab wisuda biasanya dilaksanakan tidak lama setelah si bayi lahir. Soraj dan Meyko pun bisa melihat pusaka di Kastil Yeik.
Pada puncak acara wisuda, Soraj dan Meyko diizinkan melihat kastil Yeik. Pak Edfo, penasehat keraton menerangkan pada mereka.
"Inilah payung pusaka leluhur kita. Payung ini terbuat dari kulit binatang. Jari-jarinya terbuat dari tiga anak panah yang ujungnya dari emas putih. Jika payung ini dikembangkan, bisa menghentikan hujan. Jika dikuncupkan bisa mendatangkan hujan. Benda pusaka ini hanya digunakan jika diperlukan saja. Dan kesaktiaannya hanya di sekitar wilayah Keraton Vohig.
Kini Soraj dan Meyko baru mengerti, mengapa Digha dan Oylu dulu tidak mau mengantar mereka ke Kastil Yeik. Pusaka leluhur mereka itu ternyata hebat sekali. Berbahaya kalau jatuh ke tangan orang jahat.
Keesokan paginya, Soraj dan Meyko minta diantar oleh pengawal untuk berkeliling desa. Di desa, kedua anak itu melihat penduduk desa mengangkut dari sungai. Anak-anak seumur mereka juga tampak giat mengangkut air. Air itu digunakan untuk menyiram kebun buah-buahan dan sayuran.
"Pak, mengapa tidak mengambil air dari sumur?" Meyko bertanya pada salah seorang petani.
"Ini musim kemarau, Nak. Sumur kami kering. Sudah lama hujan tidak turun," jawab si petani. Mendengar itu Soraj dan Meyko jadi sedih. Kasihan petani itu. Kasihan juga anak-anak di desa ini. Di saat liburan, mereka harus bekerja keras mengangkat air. Timbul keinginan Soraj dan Meyko untuk menolong penduduk desa.
"Meyko, ayo kita kuncupkan payung sakti agar hujan turun," kata Soraj kepada adiknya.
"Aku setuju, ini kan untuk kepentingan orang banyak, " jawab Meyko.
Malam harinya, kakak beradik itu masuk ke Kastil Yeik. Mereka menguncupkan payung sakti. Baru saja mereka menguncupkan payung itu, terdengar suara petir menggelegar. Soraj dan Meyko lega karena hujan turun membasahi wilayah Keraton Vohig. Pagi harinya mereka segera mengembangkan payung sakti itu. Hujan pun berhenti.
Soraj dan Meyko kembali berkeliling desa, para petani tampak sudah mengambil air dari sumur. Dan, anak-anak bermain riang di sungai.
Sumber : Majalah Bobo Tanggal 19 Juni 2015.
Penulis : Hernadi Setiawan