Cerita Rakyat Kepulauan Riau, Putri Pandan Berduri

Cerita Rakyat Kepulauan Riau, Putri Pandan Berduri
Asal Mula Persukuan di Pulau Bintan

Pulau Bintan merupakan pulau terbesar di Propinsi Kepulauan Riau (Kepri). Di Pulau ini terdapat Kota Tanjung Pinang, Ibu kota Propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh berbagai macam suku bangsa seperti Melayu, Thionghoa, Minang, Batak, Jawa dan lain-lain. Dahulu, di Pulau Bintan juga pernah berdiam sekelompok suku bangsa yang terkenal dengan nama Suku Sampan atu Suku Laut. Terkait dengan hal ini, ada sebuah cerita rakyat yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat Kepulauan Riau, khususnya masyarakat Bintan. Cerita ini berkisah tentang Batin Lagoi, pemimpin Suku Laut atau Suku Sampan di Pulau Bintan, yang menemukan seorang bayi perempuan du semak-semak pandan di tepi laut. Batin Lagoi kemudian mengangkat bayi itu sebagai anak dan diberinya nama Putri Pandan Berduri. Berikut ini adalah cerita lengkapnya. 

****
Alkisah pada zaman dahulu kala, di Pulau Bintan berdiam sekumpulan orang Sampan atau orang Suku Laut. Mereka dipimpin oleh Batin Lagoi yang gagah perkasa. Untuk masuk ke kawasan Batin Lagoi itu, harus melalui sebuah betung yang ditumbuhi semak belukar yang rimbun.

Pada suatu hari, Batin Lagoi menyusuri pantai. Ketika tengah berjalan santai, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara tangisan bayi dari arah semak-semak pandan. Dengan perasaan heran, ia menerobos semak pandan itu dengan hati-hati. Tak berapa lama didapatinya seorang bayi perempuan tergeletak beralaskan daun diantara semak pandan itu. "Anak siapakah ini? Mengapa berada di sini? Di manakah orang tuanya?" Batin Lagoi bertanya dalam hati. 

Setelah menengok ke sekelilingnya. Batin Lagoi tidak melihat tanda-tanda ada orang disekitarnya. Karena ia tidak mempunyai anak, terbersit keinginan untuk mengangkat bayi itu sebagai anak. Dengan hati-hati, di ambilnya bayi dan diambilnya dan dibawanya pulang. Bayi itu kemudian ia beri nama Putri Pandan Berduri. Ia membesarkan Putri Pandan Berduri dengan penuh kasih sayang layaknya memelihara seorang putri raja. Setiap hari Batin Lagoi juga memberinya pelajaran budi pekerti yang luhur. 

Waktu terus berjalan. Putri Pandan Berduri tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Tutur bahasa dan sopan-santunnya mencerminkan sifat seorang putri raja. Kecantikan dan keelokan perangai Putri Pandan Berduri mengundang decak kagum para pemuda di Pulau Bintan. Namun, tak seorang pun pemuda yang berani meminangnya, karena Batin Lagoi menginginkan putrinya menjadi istri seorang anak raja atau anak megat.

Sementara itu, di Pulau Galang tersebutlah seorang Megat yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Anak yang tua bernama Julela dan yang muda bernama Jenang Perkasa. Sejak mereka kecil, Megat itu mendidik dua anaknya agar saling membantu dan saling menghormati. Setelah keduanya beranjak dewasa. Megat menginginkan Julela menjabat sebagai batin di Galang. Hal ini kemudian membuat Julela menjadi sombong. Ia sudah tidak peduli dengan adiknya, sehingga hubungan mereka menjadi tidak harmonis lagi. Mereka pun menjalani hidup masing-masing secara terpisah. 

 Dari hari ke hari kesombongan Julela semakin menjadi-jadi. Ia sering mencaci dan memusuhi adiknya tanpa sebab. Pada suatu hari, Julela berkata kepada adiknya, "Hei Jenang bodoh! kelak aku akan menjadi batin di kampung ini, maka kamu harus mematuhi segala perintahku. Jika tidak, kamu akan aku usir dari kampung ini." 

Jenang Perkasa sangat sedih mendengar ucapan abangnya itu. Ia merasa tidak lagi dianggap sebagai saudara. Hal ini menyebabkan Jenang Perkasa merasa semakin terasing dari keluarga. Oleh karena itu timbullah keinginannya untuk meninggalkan Pulau Galang. Keesokan harinya, secara diam-diam, Jenang Perkasa berlayar tak tentu arah. Setelah berhari-hari mengarungi lautan luas, sampailah ia di Pulau Bintan. Di sana, ia tidak mengaku sebagai anak seorang megat. Ia selalu bertutur kata lembut kepada setiap orang yang diajaknya berbicara. Sikap dan perilaku Jenang Perkasa itu telah menarik perhatian Batin Lagoi. 

Pada suatu hari, Batin Lagoi mengadakan perjamuan makan bersama orang-orang Suku Sampan lainnya. Tak ketinggalan pula Jenang Perkasa diundang dalam perjamuan itu. Jenang Perkasa pun pergi memenuhi undangan itu. Saat jamuan makan akan dimulai, ia memilih tempat yang agak jauh dari kawan-kawannya, agar air cuci tangannya tak jatuh di hidangan yang ia makan. Tanpa disadarinya, ternyata sejak ia datang sepasang mata telah memperhatikan perilakunya, yang tak lain adalah Batin Lagoi. Tingkah laku dan budi pekerti Jenang Perkasa itu sungguh mengesankan hati Batin Lagoi. 

Usai perjamuan, Batin Lagoi menghampiri Jenang Perkasa."Wahai, Jenang Perkasa! Aku sangat terkesan dan kagum dengan keelokan budi pekertimu. Bersediakah engkau aku nikahkan dengan putriku, Pandan Berduri?" tanya Batin Lagoi. 

"Dengan segala kerendahan hati, saya bersedia menerima putri tuan sebagai istri saya," jawab Jenang Perkasa dengan sopannya. 

Rupanya, Batin Lagoi sudah lupa dengan cita-citanya untuk menikahkan putrinya dengan anak raja atau megat. Meskipun sebenarnya Jenang Perkasa adalah anak seorang megat, tetapi Batin Lagoi tidak mengetahui hal itu. Ia sungguh-sungguh tertarik dengan perangai Jenang Perkasa yang baik itu. 

Seminggu kemudian, Jenang Perkasa pun dinikahkan dengan Putri Pandan Berduri. Pernikahan mereka dilangsungkan sangat meriah. Aneka minuman dan makanan dihidangkan. Tari-tarian juga disuguhkan untuk menghibur para pengantin dan para undangan. 

Jenang Perkasa dan Putri Pandan Berduri pun hidup bahagia. Tak berapa lama kemudian, Batin Lagoi mengangkat Jenang Perkasa sebagai Batin di Bintan untuk menggantikan dirinya. Jenang Perkasa memimpin rakyat Bintan dengan bijaksana sesuai dengan adat yang berlaku di Bintan. 

Kepemimpinan Jenang Perkasa yang bijaksana itu terdengar oleh masyarakat Galang. Hingga suatu hari, datanglah sekumpulan orang dari Galang ke Pulau Bintan. 
"Wahai Jenang Perkasa! Kami sudah mengetahui tentang kepemimpinanmu di Pulau Bintan ini. Maksud kedatangan kami ke sini untuk mengajak engkau kembali ke Galang menggantikan abang Engkau yang sombong itu sebagai Batin," kata salah seorang dari mereka.

Namun Jenang Perkasa menolaknya. Ia lebih memilih menjadi Batin di Pulau Bintan. Sekumpulan orang dari Galang itu pun kembali dengan tangan hampa. 

Sementara itu Jenang Perkasa hidup berbahagia bersama Putri Pandan Berduri. Mereka mempunyai tiga orang putra, yang sulung bernama Batin Mantang, yang tengah bernama Batin Mapoi, dan yang bungsu bernama Batin Kelong. Jenang Perkasa mendidik ketiga anaknya dengan baik, agar mereka tidak menjadi orang yang sombong. Ia berharap kelak mereka akan menjadi pemimpin suku yang bertanggung jawab. Maka pada ketiga anaknya diadatkan dengan adat Suku Laut dan dinamakan dinamakan dengan adat kesukuan. 

Setelah beranjak dewasa, ketiga anaknya tersebut memimpin suku mereka masing-masing. Batin Mantang berhijrah ke bagian utara Pulau Bintan, Batin Mapoi dengan sukunya ke barat, dan Batin Kelong dengan sukunya ke timur Pulau Bintan. Ketiga suku tersebut kemudian menjadi suku terbesar dan termasyur di daerah Bintan. Jika mereka mengalami kesulitan, mereka kembali kepada yang pertama, yaitu adat kesukuan. 

Tak lama kemudian, Jenang Perkasa meninggal dunia, disusul Putri Pandan Berduri. Walaupun keduanya telah tiada, tetapi anak cucu mereka banyak sekali, sehingga adat kesukuan terus berlanjut. Hingga kini, Jenang Perkasa dan Putri Pandan Berduri tetap dikenang karena dari merekalah lahir persukuan di Teluk Bintan. Suku Laut atau Suku Sampan ini masih banyak ditemukan berdiam di perairan Pulau Bintan.

Sumber 
Buku cerita rakyat Indonesia Super lengkap 33 Provinsi
Diceritakan kembali oleh : Daru Wijayanti 
Ilustrasi : Ganjar Darmayekti 
Penerbit : New Diglossia (Yogyakarta), 2011
Next Post Previous Post