Cerita Rakyat Propinsi Jawa Barat, Majalengka

Alkisah pada zaman dahulu kala, terdapat suatu negeri yang aman dan makmur, yang dikenal dengan nama Negeri Panyidagan. Ratu yang memerintah negeri itu sangat cantik, ia bernama Ratu Ayu Panyidagan, ada juga yang menyebut Ratu Ayu Rambut Kasih, dan ada juga yang menyebut Nyi Rambut Kasih saja.

Kecantikan Ratu Ayu Panyidagan ini tiada tandingannya, sehingga jika dilukiskan dengan kata-kata oleh penyair seperti, Badannya ramping bagai pohon pinang, rambutnya hitam dan panjang bagai mayang terurai, wajahnya berseri bagai bulan empat belas hari, alisnya bagai bentuk taji,hidungnya mancung bagai bunga melur, matanya bagai bintang timur, telinganya bagai kerang,bibirnya bagai delima merekah, giginya bagai dua barisan mutiara, dagunya bagai lebah bergantung, jarinya bagai duri landak, pepat kukunya bagai paha belalang, betisnya bagai perut padi, tumitnya bagai telur burung.

Menurut cerita dari mulut ke mulut Ratu mendapat pujian Ratu Ramping Kasih karena semua orang (rakyat negeri ini) tidak berani menatap wajah Ratu yang cantik dan berwibawa itu, mereka hanya berani menatap bila Ratu telah pergi membelakangi mereka. Mereka hanya dapat melihat badannya yang ramping dan rambutnya yang hitam bergelombang menutupi badannya.Rambut Ratu yang indah itu menimbulkan rasa kasih setiap orang yang melihatnya sehingga semua orang memuji kecantikannya yang sesuai dengan tingkah lakunya yang ramah tamah dan baik budi bahasanya. Oleh sebab itu memberi julukan Ratu Ayu Rambut Kasih.Selain itu, beliau mempunyai ilmu lahir dan ilmu batin, lagi pula beliau dapat meramalkan kejadian yang akan dialaminya.

Dalam pemerintahan Ratu Ayu Panyidagan yang adil dan bijaksana itu,kesejahteraan rakyat terjamin, baik petani maupun pedagang merasa aman dan tenteram menggarap pekerjaannya karena tak pernah ada pencuri dan perampok yang mengganggu kekayaannya. Pemerintahan Ratu Ayu Panyidagan dibantu oleh para Patih yang terkenal dalam bidang kesejahteraan dan keamanan negara, yaitu Ki Gedeng Cigobang, Ki Gedeng Mardapa, dan Ki Gedeng Kulur.

Pada suatu hari, Ratu Ayu Panyidagan mengadakan pertemuan di pendopo yang dihadiri oleh para menteri dan para punggawa negara, bahkan rakyat pun boleh mendengarkan asal tidak mengganggu suasana perundingan itu. Setelah semua undangan hadir, barulah Ratu Ayu Panyidagan keluar dari Kaputren menuju ruang pendopo kemudian duduk di hadapan para menteri dan punggawa negara. Semua yang hadir tak ada yang berbicara, semuanya diam, semuanya menundukkan kepalanya tanda hormat dan takut menghadapi Ratu Ayu Panyidagan yang berwibawa itu.

Setelah suasana di pendopo itu tertib, kemudian sang ratu bersabda;
"Para menteri dan para punggawa Negara Panyidagan yang hadir, sekarang sudah waktunya atas kehendak Sang Hyang, negara kita akan menghadapi cobaan. Menurut wangsit yang kami terima, kelak kerajaan ini akan berubah. Oleh sebab itu, hadirin harus waspada dan siap-siaga menghadapi malapetaka yang akan datang. Bila ada huru-hara di luar kerajaan, kalian harus cepat memusnahkannya, jangan sampai musuh dapat masuk dan mengganggu ketertiban negara. Lindungilah rakyat dari segala bencana yang mengancam negara kita. Tentramkanlah hati rakyat supaya mereka tenteram mengerjakan tugas masing-masing dengan baik. Para petani tentram bertani supaya hasilnya akan lebih baik, dan para pedagang tentram berdagang, jangan sampai dikejar-kejar hutang dan diganggu oleh pencuri atau perampok. Tapi, kalau ada utusan dari negara lain yang akan bersahabat dan berbuat demi kesejahteraan kita semua, terimalah dengan baik dan ramah tamah, Mengerti?"

"Yakseni, yakseni ..., hadirin serempak menjawab.

Sang Ratu bersabda lagi;
"Sebentar lagi kami akan menerima tamu. Menurut ramalanku, orang yang datang tegap dan cakap, tetapi orang itu akan menimbulkan bencana bagi diri kami, hanya saja kami belum tahu bencana apa yang akan terjadi. Akan tetapi, semua rakyat Panyidangan tidak akan mendapat bencana, hanya berubah keyakinan dan kepercayaan, sesudah kerajaan ini lepas dari tangan kami. Nah sekian nasehat kami. Sekarang kalian boleh pergi meninggalkan pertemuan ini dan silakan melanjutkan lagi pekerjaan masing-masing dengan aman dan tentram."

Terhadap semua nasehat Ratu, tak ada yang berani menentangnya, sebab mereka yakin bahwa semua ucapan Ratu pasti terjadi. Demikian juga, Ki Gedeng Cigobang, Ki Dedeng Mardapa, dan Ki Gedeng Kulur menerima tugas menjaga negara. Setelah siap dan mengumpulkan segara perkakas mereka pergi ke sebelah utara untuk menjaga perbatasan negara. Setibanya di sana, ketiga Senapati itu segera membuat pondok penjaga. Dari tempat ini mereka dapat melihat ke seluruh penjuru dengan jelas. Baik siang maupun malam mereka dapat melihat siapa yang lewat melalui jalan masuk ke negeri Panyidangan. Setiap orang yang akan masuk ke negeri ini, harus menyeberangi sungai terlebih dahulu, karena tempat itulah satu-satunya jalan masuk ke Negeri Panyidagan. Tempat penjagaan Ki Gedeng Cigobang itu, sekarang terkenal dengan nama Pajagan (berasal dari kata penjagaan).

Pada suatu waktu, ketika Ki Gedeng Cigobang, Ki Gedeng Mardapa, dan Ki Gedeng Kulur sedang asyik berbincang-bincang, tidak diketahui dari mana datangnya, tahu-tahu kelihatan seorang pemuda sedang menyeberangi suangai, akan masuk ke Negeri Panyidagan. Alangkah terkejutnya mereka melihat kejadian itu. Mereka sudah meramalkan akan terjadi apa-apa kalau pemuda itu tidak segera ditangkap.

Ketiga Senapati itu memanggil orang yang sedang menyeberangi sungai,"Hai orang yang sedang menyeberangi sungai, siapa namamu dan mengapa kamu berani menyeberangi sungai tanpa ijin kami?"

Orang yang sedang menyeberang itu tidak menghiraukan teriakan ketiga senapati itu, ia terus menyeberangi sampai ke tepi sungai itu dan pergi menjauhi ketiga Senapai itu. Ketiga Senapati itu sangat marah melihat kelakuan pemuda tersebut, kemudian mereka lari mengejar orang itu dengan maksud akan mengeroyok, karena orang itu sudah berani memasuki daerah penjagaan tanpa ijin mereka.

Orang yang menyeberangi sungai itu ialah utusan dari negeri Sinuhun Jati Cirebon, dengan maksud akan minta minta pertolongan Ratu Ayu Panyidangan. Ia akan minta buah maja yang ditanam oleh Ratu Ayu Panyidangan untuk mengobati rakyat Sinuhun Jati Cirebon, karena waktu itu di daerah Cirebon sedang terjangkit wabah penyakit yang harus diobati oleh Godongan buah maja yang banyak terdapat di daerah Panyidagan. Utusan itu bernama Pangeran Muhamad. Selain mendapat tugas mencari buah maja, dia juga mendapat tugas meng-Islamkan orang-orang yang masih menyembah berhala.

 Kita kembali menceritakan Pangeran Muhammad yang sedang dikejar oleh ketiga Senapati itu. Ia lari tunggang-langgang menuju ke arah barat. Ketiga Senapati itu berusaha menangkapnya dan akan menyerahkan kepada Ratunya. Tetapi Senapati itu kalah cepat, buronannya makin jauh. Akhirnya mereka menggunakan siasat baru dengan jalan mengepung Pangeran Muhamad dari beberapa penjuru. Seorang mengepung dari sebelah utara, yang seorang lagi dari sebelah barat, dan seorang lagi dari sebelah selatan. Akhirnya Pangeran Muhamad terkepung juga. Melihat keadaan dirinya sudah terkepung, akhirnya Pangeran Muhamad bersembunyi dalam suatu rumpun yang tidak jauh dari tempat itu. Di sana ia terpekur minta perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan mengucapkan syahadat tiga kali dan merentakkan kakinya. Tanah yang diinjak itu pun terbelah dan membentuk suatu lubang, kemudian Pangeran Muhamad masuk ke dalam lubang itu. Setelah Pangeran Muhamad. Setelah Pangeran Muhamad berada di dalam itu, tanah yang retak itu tertutup kembali seperti sedia kala.

Ketiga Senapati itu sudah sampai ke rumpun tempat persembunyian Pangeran Muhamad, mereka bolak-balik kian-kemari mencarinya, setiap rumpun ditebas, setiap pohon ditebang tak ada satu rumput pun yang disisakannya, tetapi orang itu belum dijumpai, menghilang tanpa bekas. Ketiga Senapati sudah putus asa, semua daya upaya sudah dilaksanakan, tetapi masih juga belum berhasil. Akhirnya mereka duduk bertekuk lutut memikirkan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana melaporkannya kepada Sang Ratu. Setelah berunding, mereka pergi bersama-sama menuju ke dalam Panyidangan.

Setelah itu, Pangeran Muhamad yang ada di dalam tanah berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. mohon diberi kekuatan agar dapat keluar dari dalam tanah. Ia mencoba keluar dari dalam tanah dengan jalan mengorek dan melubanginya, lama-kelamaan ia dapat keluar melalui lubang di dalam tanah itu dan muncul kembali di suatu tempat, yang sekarang terkenal dengan nama Kampung Munjul (muncul).

Penglihatan Pangeran Muhamad masih tetap gelap, segelap di dalam tanah walaupun ia sudah berada di atas tanah. Pangeran Muhamad melanjutkan perjalanan menuju ketempat datangnya cahaya, makin lama makin mendekati cahaya yang menyinari jalan itu dan akhirnya cahaya itu menghilang. Setelah diselidiki, ternyata cahaya yang memancar itu keluar dari "supa lumat" yang ada pada pohon-pohon jati yang berjejer di sepanjang jalan itu. Kemudian Pangeran Muhamad memberi nama tempat ini jadi pamor yaitu kebun jati yang berpamor atau bercahaya.

Sementara itu, ketiga Senapati yang sedang mencari Pangeran Muhamad. Mereka sudah ada di kadaleman dan akan melaporkan kejadian yang baru saja mereka alami kepada Ratu Ayu Panyidagan. Mereka duduk pada bangku sambil membicarakan buronan yang hilang.

Ketika sedang asyik bercakap-cakap, Ratu Ayu Panyidagan datang ke pendopo menuju ke arah ketiga Senapati yang menundukkan kepala karena malu dan bingung mencari kata-kata yang tepat untuk melaporkan.

Kemudian Ratu Ayu Panyidagan bersabda," Hai para Senapati! Mengapa kalian tidak melaksanakan tugas menjaga negara, kalau-kalau ada orang yang masuk ke kerajaan tanpa ijin."

"Ya Tuanku, hamba datang dari perbatasan negara akan melaporkan bahwa kemarin ketika hamba bertiga  sedang menjaga perbatasan, tiba-tiba ada orang yang sedang menyeberangi sungai di dekat perbatasan. Hamba bertiga menegurnya, tetapi orang itu tidak mau menjawab, bahkan ia lari tunggang-langgang. Hamba bertiga mengepungnya, kemudian ia lari ke balik rumpun dan menghilang tanpa bekas. Semua rumpun telah hamba tebas sampai tak ada satupun rumpun pun yang tertinggal."

"Aku tak percaya terhadap berita itu. Sekarang kalian harus mencari orang itu sampai dapat, dan bawa kemari. Sebelum tertangkap, kalian tidak boleh kembali. Pergilah sekarang juga dan tangkap hidup-hidup."

Ketiga orang itu pergi meninggalkan pendopo untuk mencari buronan yang belum tertangkap itu. Mereka pergi lagi ketempat Pangeran Muhamad menghilang dan mengobrak-abrik tempat itu, tetapi mereka masih belum juga menjumpainya. Sebenarnya Pangeran Muhamad sudah tidak ada di tempat itu, ia sudah sampai ke daerah Panyidagan.


Sementara, ketiga senapati tersebut terus mencari, hutan dijelajahi, gua-gua dimasuki, akhirnya sampailah ia ketempat Pangeran Muhamad sedang sedang beristirahat: yaitu di kebun jati yang penuh dengan jamur yang menempel pada kayu jati dan mengeluarkan sinar di waktu malam. Mereka gembira karena dari jauh terlihat seseorang sedang berjalan menuju kearah Panyidagan. Ketiga senapati itu sudah siap siaga akan menangkapnya. Mereka berjalan sambil membungkukkan badannya supaya buronan itu tidak melarikan diri atau menghilang lagi. Setelah dekat, mereka serentak menangkapnya dan dibawa kebawa ke kaputren.

Baru saja sampai di halaman kaputren, Ratu Ayu Panyidagan sudah keluar dan bersabda," Lepaskan dan biarkan orang itu beristirahat dulu. Perlakukan orang itu seperti menerima tamu."

Ketiga Senapati itu tidak bisa membantah, mereka melepaskan Pangeran Muhammad dan disuruhnya ia beristirahat dan mandi dulu sebelum menghadap ratu. Ki Gedeng Mardapa dan Ki Gedeng Kulur menyediakan makanan dan minuman. Setelah itu Pangeran Muhammad disuruh menghadap ke kaputren. Ketika Pangeran Muhammad sedang berjalan menuju kaputren, Ratu Ayu Panyidagan memperhatikan dari jendela. Beliau terpesona melihat pemuda yang gagah dan cakap itu sehingga timbul rasa ingin dipersunting oleh pemuda itu.

Setelah Pangeran Muhammad berada di hadapannya, kemudian Ratu Ayu Panyidagan  bertanya, "Hai pemuda, kamu berasal dari daerah mana? Mengapa kamu berani masuk ke negara ini, dan apa maksudmu datang kemari?"

"Hamba ini berasal dari Cirebon. Hamba datang kesini diutus oleh Sunuhun Jati, mencari buah maja yang ada di daerah kerajaan Panyidagan untuk mengobati rakyat kerajaan Cirebon yang terkena wabah penyakit demam. Oleh sebab itu, mudah-mudahan Tuan hamba bersedia menolong rakyat kerajaan yang sedang menderita sakit demam itu, dan mengijinkan hamba membawa buah maja yang ada di daerah tuan hamba."

"Hanya itu permintaanmu?"

"Ya Tuanku, hanya itulah permohonan hamba ini!"

"Baiklah akan kami penuhi permintaanmu ini, bahkan semua kebun maja dan seluruh daerah Panyidagan akan menjadi milikmu, asal kamu memenuhi syarat ini."

"Ya Tuanku, apa yang menjadi syaratnya?"

"Syaratnya sangat mudah, coba dengarkan! Saya adalah seorang Ratu yang termasyur dan dihormati oleh semua rakyat Panyidagan, para Menteri, Patih, serta para penggawa kami semuanya sangat setia. Hanya ada satu yang belum terpenuhi oleh diri saya. Saya ingin mempunyai keturunan untuk melanjutkan kerajaan Panyidagan ini. Pilihan yang paling sesuai untuk menjadi suamiku, hanyalah engkau seorang diri. Nah, itulah sebabnya syaratnya! Bagaimana, apakah dapat kamu laksanakan?"

"Ampun Tuan hamba, syarat ini terlalu berat. Bukan tidak mengagumi kecantikan Tuan Putri dan menurut perasaan hamba tidak ada yang tidak tertarik oleh kecantikan Tuanku. Bukan hamba menolak anugerah Tuan Putri ini, hanya ada rintangan yang sangat berat yaitu hamba ini sudah mempunyai istri. Dan lagi menurut agama hamba tidak baik mencintai orang yang sudah punya istri."

Sesudah Ratu Ayu Panyidagan mendengar jawaban Pangeran Muhammad, beliau sangat murka ditolak oleh pemuda itu. Beliau berteriak memanggil Patih. "Patih, tangkap orang ini, masukkan ke dalam penjara, jangan sampai dapat kembali ke Cirebon. Obat yang berupa buah maja tidak dapat dimilikinya dan dibawanya ke Cirebon, bahkan kebunnya pun kuhancurkan sampai akar-akarnya.

Kemudian pergilah Ratu Panyidagan ke dalam kaputren. Tidak berapa lama langit mendung, makin lama makin gelap, dan turunlah hujan yang sangat derasnya, sehingga orang-orang masuk ke rumah masing-masing karena merasa sangat takut oleh hujan yang sangat deras itu. Keesokan harinya langit cerah  dan matahari bersinar menyinari alam semesta. Rakyat Panyidagan akan pergi mencari nafkah untuk keperluan sehari-hari. Semua orang terpaku melihat keadaan daerah Panyidagan yang berubah, kaputren menghilang beserta Ratu Panyidagan. Kebun Maja yang lebat itu hilang tanpa bekas. Semua rakyat ribut sambil berteriak, "Gusti Ratu menghilang, maja................... langka, maja .................. langka, majalangka ......!" sejak itu timbul sebutan majalangka, yang sekarang terkenal dengan nama Majalengka.

Kemudian Pangeran Muhammad yang diutus Sinuhun Jati mencari buah maja lagi, akan tetapi tidak berhasil karena buah maja sudah tidak ada, kemudian ia bertapa di gunung Haur sampai meninggal. Jenazahnya dikebumikan di sana. Sejak itu Gunung Haur terkenal dengan nama Margatapa. Demikianlah asal muasal daerah Majalengka di Propinsi Jawa Barat.


Sumber 
Buku cerita rakyat Indonesia Super lengkap 33 Propinsi
Diceritakan kembali oleh : Daru Wijayanti 
Ilustrasi : Ganjar Darmayekti 
Penerbit : New Diglossia (Yogyakarta), 2011
Next Post Previous Post