Asal Mula Gunung Batok

Pegungungan Tengger dan gunung Bromo terletak di sebelah timur kota Malang, Jawa Timur. Pada zaman dahulu, keadaan di Tengger jauh berbeda dengan sekarang. Nama Tengger belum lagi di kenal. Gunung Batok juga belum ada.


Di sebuah desa tak jauh dari gunung Bromo, hiduplah seorang gadis yang cantik jelita. Namanya Rara Anteng. Konon, ketika gadis itu di lahirkan, tidak menangis seperti bayi pada umumnya. Oleh karena itu, ia dinamakan Rara Anteng. Kata orang Jawa anteng artinya tidak banyak bergerak atau tenang.

Banyak jejaka yang melamar Rara Anteng, tetapi semuanya ditolak. Tersebutlah seorang raksasa yang buruk mukanya lagi bengis. Matanya besar sekali. Kumis, janggut, dan cambangnya amat lebat. Raksasa itu pun melamar Rara Anteng. Rara Anteng takut sekali, ia takut menyatakan penolakannya karena raksasa itu pasti akan marah.

Kata Rara Anteng, "Hai raksasa, aku mau kau persunting, asalkan kau bersedia memenuhi permintaanku!"

"Ha, ha, ha,... !" tawa raksasa itu menggelegar. "Katakan cepat, permintaanmu pasti akan ku laksanakan!"

"Ubahlah gunung Bromo ini menjadi sebuah danau yang harus kau selesaikan dalam waktu semalam" kata Rara Anteng. "Sebelum fajar menyingsing dan sebelum ayam jantan berkokok, danau itu harus sudah kau siapkan agar dapat ku pakai mandi".

Rara Anteng berpikir raksasa itu tidak mungkin melaksanakan permintaannya dalam waktu yang sesingkat itu.

Tanpa banyak bicara, raksasa itu mulai bekerja. Ia menggali danau di sekitar gunung bromo itu saja. Dengan sebuah batok atau tempurung yang cukup besar, ia melempar tanah dan batu-batu. Sepanjang malam terdengar bunyi gemuruh. Pohon-pohon di hutan itu sebatang demi sebatang di cabuti dan di lemparkan ke laut Selatan. Binatang-binatang buas pun lari ketakutan.

Rara Anteng amat gelisah. Ternyata raksasa itu amat giat. Malam masih panjang, tetapi pekerjaan raksasa itu hampir selesai. Rara Anteng mencari akal. Hari masih malam, di luar gelap pekat. Dengan tergopoh-gopoh Rara Anteng pergi ke lumbung. Ia mengambil alu, lalu mulai menumbuk padi. Perempuan-perembuan desa bangun semuanya. Mereka pun ikut menumbuk padi.

Mendengan suara orang-orang menumbuk padi itu ayam-ayam jantan pun terkejut. Ayam jantan di seluruh desa pun berkokok bersahut-sahutan.

Alangkah terkejutnya raksasa itu mendengar ayam jantan berkokok dan bunyi alu yang berdentang-dentang. Ia bangkit  memandang ke arah timur. Ternyata hari masih gelap. Ia juga tidak melihat sinar matahari pada waktu fajar.

Tinggal sebatok lagi tanah galian yang harus di pindahkan. Tubuh raksasa itu tiba-tiba menjadi lemas. Tak kuasa ia melemparkan batok penuh gaalian tanah yang terakhir. Robohlah raksasa itu ke tanah.

"O..., Rara Anteng, Rara Anteng....,,,,,"keluh raksasa itu. Batok dan tanah galian itu menutupi tubuhnya dan jadilah sebuah gunung bernama Gunung Batok.

Danau di sekitar gunung Batok hampir selesai, tetapi belum sempat di isi air. Sekarang danau itu di sebut Segara Wedi, yang berarti laut pasir karena danau itu penuh dengan pasir.

Akhirnya, pada suatu hari yang baik, Rara Anteng menikah dengan Joko Tengger. Begitulah asal mula daerah itu di sebut Tengger.
Next Post Previous Post