SEKILAS TENTANG CELURIT ASLI MADURA
Bagi masyarakat madura, CLURIT atau CELURIT tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi mereka hingga saat ini. Senjata tradisional ini memiliki bilahnya berbentuk melengkung bentuk bilah inilah yang menjadi ciri khasnya. Senjata tradisional indonesia lainnya hanya ada beberapa jenis senjata yg memiliki bilah melengkung diantaranya adalah kerambit ( sumatra ), arit ( jawa ), kujang ( jawa barat).
B. SEJARAH dan MITOS
Clurit diyakini berasal dari legenda pak Sakera / Sakerah, seorang mandor tebu dari Pasuruan yang menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan belanda. Beliau dikenal tak pernah meninggalkan celurit dan selalu membawa / mengenakannya dalam aktifitas sehari- hari, dimana saat itu digunakan sebagai alat pertanian / perkebunan. Beliau berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam. Pak sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah,Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil. Atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan Kota Bangil.
Tindakan penjajah tersebut memimbulkan kemarahan orang-orang madura, dan mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata andalan meraka adalah celurit. Sehingga celurit mulai beralih fungsi menjadi simbol perlawanan, simbol harga diri serta strata sosial.
C. CAROK
– Mon ta’ bangal acarok ja’ ngako oreng Madura
(Jika tidak berani melakukan carok jangan mengaku sebagai orang Madura).
– Oreng lake’ mate acarok, oreng bine’ mate arembi
(laki-laki mati karena carok, perempuan mati karena melahirkan).
-Ango’an poteya tolang etembang poteya mata
(lebih baik berputih tulang [mati] daripada berputih mata [menanggung malu]).
“Carok merupakan berduel secara ksatria satu lawan satu dengan menggunakan celurit sebagai senjata tajamnya. Carok biasa dilakukan ketika seseorang merasa dipermalukan dan harga dirinya dilecehkan. Maka, penyelesaian yang terhormat adalah dengan melakukan duel / bertarung.”
Bagi lelaki Madura, seorang istri adalah simbol keberadaan dirinya. Sehingga gangguan terhadap istrinya berarti pelecehan atas keberadaannya sebagai laki- laki dan merupakan bentuk pelecehan paling menyakitkan bagi lelaki Madura. Namun demikian, carok hanya terjadi bila perasaan malu itu memang berasal dari perbuatan orang lain, bukan karena perbuatannya sendiri.
Bagi orang Madura, ini adalah masalah prinsip yang tak bisa ditawar lagi. Lebih baik mati daripada hidup menanggung malu dilecehkan. Dengan alasan untuk membela kehormatan itulah, maka orang yang melakukan carok, dianggap bagai pahlawan oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Orang yang mengalahkan lawannya saat carok, dan lolos dari kematian, dianggap sebagai oreng jago atau jagoan. Orang seperti ini, yang kemudian akan mendapat julukan sebagai oreng blater bila dilakukan secara ksatria (ngonggai) bukan menikam musuh dari belakang (nyelep)
Jika ada lelaki menganiaya perempuan sampai tewas tidak bisa disebut carok. Seorang lelaki penakut (tako’an) akan diledek sebagai keturunan dari manusia yang tidak memiliki empedu. Kaum perempuan pun biasanya menyindir tako’an dengan ungkapan, ’’Sayang, saya perempuan, andai memiliki buah zakar sebesar cabai rawit saja aku akan melakukan carok.’’
Celurit (are’ takabuwan) merupakan senjata favorit dalam tindakan carok. Celurit sangat efektif untuk membunuh mengingat bentuknya yang melengkung laksana tubuh manusia. Jika celurit diayunkan maka seluruh bagian permukaannya yang tajam bisa memperparah efek sabetan pada bagian tubuh yang rentan kematian seperti perut, leher, dan kepala.
Sejak dekade 70-an, carok telah mengalami pembengkokan makna. Dari mekanisme penegakan harga diri menuju ritus balas dendam dan penyaluran agresi semata- mata. Berbeda dengan suku Bugis yang memiliki resolusi konflik (maddeceng atau mabbaji) buat mencegah ritual balas dendam dan memutus mata rantai kekerasan.
D. JENIS & UKURAN CELURIT
Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi :
– clurit kembang turi
– clurit wulu pitik/bulu ayam
Sedangkan ukuran clurit dikenal dg ukuran 5 ( paling kecil ) sampai ukuran 1 (paling besar )
E. STRUKTUR CELURIT
Umumnya clurit memiliki hulu (pegangan/gagang) terbuat dari kayu, adapun kayu yang digunakan cukup beraneka ragam diantaranya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Pada ujung hulu terdapat tali sepanjang 10-15 cm yang berguna untuk ngegantung / mengikat clurit. Pada bagian ujung hulu biasanya terdapat ulir / cerukan / cungkilan sedalam 1 -2 cm.
Sarung clurit terbuat dari kulit, biasanya berasal dari kulit kebo yg tebal atau kulit sapi serta kulit lainya. Sarung Kulit dibuat sesuai dengan bentuk bilah yang melengkung, dan mimiliki ikatan pada ujung sarung dekat dg gagang sebagai pengaman. Sarung clurit hanya dijahit 3/4 dari ujung clurit, agar clurit dapat dengan mudah dan cepat di tarik / dicabut dari sarungnya. Umumnya sarung dihiasi dengan ukiran / ornamen sederhana.
Bilah Clurit menggunakan berbagai jenis besi, untuk yang kualitas bagus biasanya digunakan besi stainless, besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bilah Clurit miliki ikatan yg melekat pada gagang kayu serta menembus sampai ujung gagang. Sebagaian dari clurit juga di buat ulir setengah lingkaran mengikuti bentuk bilahnya. Terkadang pada bilahnya terdapat ornamen lingkarang sederhana sepanjang bilah clurit.
F. PROSES PEMBUATAN
Sebelum mengerjakan sebilah celurit, Pandai besi biasa berpuasa terlebih dahulu. Bahkan saban tahun, tepatnya pada bulan Maulid, dilakukan ritual kecil di bengkel pande besi. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di musala. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini Kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit- sakitan. Hingga kini, tombuk atau bantalan menempa besi pantang dilangkahi terlebih diduduki oleh orang.
Hal pertama yang selalu dilakukan dalam pembuatan , adalah memilih besi yang diingginkan. Untuk clurit berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan hingga mencapai titik derajat tertentu.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit di gerinda dan haluskan bilahnya. Setelah dimasukkan / ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Dan diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terahir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kebo/sapi dan telah diukir/tatah, dimana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Untuk membuat clurit yang berkualitas terbaik membutuhkan waktu 2 sapai 4 minggu.
G. CELURIT dan PENCAK SILAT
Di Madura, banyak dijumpai perguruan pencak silat yang mengajarkan cara menggunakan celurit. Walaupun hanya sebuah benda mati, celurit memiliki beragam cara penggunaannya. Ini tergantung dari niat pemakainya. Dimana perguruan silat menggajarkan tidak sekadar diajarkan untuk melumpuhkan lawan. Namun seorang pemain silat harus memiliki batin yang bersih dengan berlandaskan agama.