Angling Darma

angling darma
PUTRI SRENGGANAWATI

Akisah, Kerajaan Bojonegoro tengah dilanda duka, Karena Puteri Srengganawati mendadak jatuh gering, tanpa diketahui penyakit yang menjadi penyebabnya. Dari hari ke hari, keadaan putri semakin mencemaskan.

Prabu Darmawisesa dan permaisuri telah menitahkan para dukun dan tabib, untuk mengobati sang puteri. Namun tak satupun yang mampu. Semuanya memohon ampun dan maaf, tidak sanggup menyembuhkan Puteri Srengganawati.

Baginda dan Putri hampir putus asa. Namun permaisuri dengan lemah lembut menyelidiki, apa gerangan penyebab sakitnya Puteri Srengganawati itu.

"Sebenarnya ananda bukan sakit karena terserang penyakit, Bunda," kata Puteri Srengganawati dengan suara yang lemah. Matanya yang sayu, mengelakkan pandangan ibunya yang penuh harap. "Ananda sakit karena tengah menanggung rindu."

"Menanggung rindu?" hati permaisuri berdebar-debar. Rasa heran mencekam kalbunya." Siapa yang kau rindukan, Anakku? Coba katakan. Ibu tentu akan mengusahakan mendatangkan orang yang kau rindukan itu."

Sepengetahuan permaisuri, memang telah banyak putera raja atau bangsawan yang intim dengan putrinya. Namun keintiman itu terbatas hanya karena hubungan persahabatan biasa. Tidak pernah dibayangi adanya bibit-bibit kasih. Namun, siapakah di antara mereka yang telah mencuri hati puterinya itu?

"Ibu, yang Ananda rindukan bukanlah orang," kata Srengganawati, dengan mata tetap tidak berani menatap wajah permaisuri.

"Oh,ya?" kening permaisuri berkernyit tebal sekali. "Lalu, apa sebenarnya yang kau rindukan kalau bukan orang?"

"Hanya seekor burung belibis yang dapat berbicara."

"Oh? berguraukah engkau, anakku? Di mana ada burung belibis. Dapat berbicara? Ah, kau ini aneh-aneh saja?"

"Ananda tidak bergurau, Bunda. Ananda telah melihatnya sendiri. Burung belibis itu berjambul, bulunya putih. Sangat lucu dan jelas sekali dapat berbicara seperti kita ."

"Ya, ya. Tapi dimana dan kapan engkau melihatnya?"

Srengganawati menghela nafas yang berat. Wajahnya semakin sayu, pucat. Sinar matanya memancarkan keputus-asaan, ketika melihat ibunya bersikap tidak percaya.

Permaisuri menggeser duduknya, semakin mendekati peraduan puterinya. Lalu menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah puterinya yang terbaring dengan lesu.

"Ayolah katakan, Srenggawati. Di mana dan kapan engkau melihat burung ajaib itu?" tanya permaisuri mendesak. " Kalau memang ada, aku dan Ayahandamu tentu akan mengusahakan mendatangkannya. akan mencarinya. Demi engkau, Srengganawati.

Srengganawati menghela nafas yang panjang. Lalu menelan ludahnya. Matanya menatap wajah ibunya dengan tajam. Katanya," Sebaiknya Bunda menanyakan para dayang. Mereka adalah saksi-saksi hidup yang turut melihat adanya burung belibis putih yang lucu itu. Mereka pun mendengar, bagaimana burung belibis putih itu berbicara."

"Oh ya?"

Permaisuri memanggil seorang pengawal. Kemudian menitahkan untuk memanggil semua dayang-dayang. Ketika pengawal berlalu, Baginda  Darmawisesa muncul dan menghampirinya.

"Apa penyebab sakitnya Srengganawati itu," tanya Sri Baginda.

Permaisuri lalu menjelaskan apa yang telah didengarkannya dari pengakuan puteri. Sri Baginda tampak bingung. Namun mereka sepakat untuk menanyai para dayang, bagaimana yang dikatakan puteri.

Para dayang berdatangan. Semuanya tampak gugup dan ketakutan. Mereka mengira, Sri Baginda dan permaisuri akan menuduh mereka sebagai penyebab sakitnya puteri. Dan tentunya, mereka akan mendapat teguran. Namun semuanya tampak pasrah, ketika kemudian bersimpuh dan menghaturkan sembah dengan bersamaan.
"Cicah, engkau maju ke depan!" kata permaisuri, seraya memberi isyarat agar dayang yang tertua maju lebih dekat.

"Ampun Gusti Ayu, hamba menghadap," kata dayang yang tertua.

"Cicah, apakah engkau pernah melihat seekor burung belibis putih yang dapat bicara?" tanya permaisuri.

"Daulat, Gusti Ayu. Hamba sekalian pernah melihat."

"Di mana dan kapan?"

"Di taman, beberapa hari sebelum Tuan Puteri jatuh gering, Belibis putih itu hinggap di pangkuan Tuan Puteri, entah dari mana datangnya. Tuan Puteri sangat terkejut, namun sangat tertarik. Kemudian beliau hendak menangkapnya, namun burung itu terbang ke tengah kolam di tengah taman. Berenang berputar-putar dengan gerakan sangat lucu. Tuan Puteri menitahkam hamba sekalian untuk mengurung dan menangkap burung itu. Hamba sekalian bergegas melaksanakan titah Tuan Puteri. Namun burung itu segera terbang, seraya berkata,"Sia-sialah kalian bila hendak menangkapku!" Dia terbang sangat tinggi dan menjauh. Kemudian hilang."

Permaisuri dan Sri Baginda saling berpandangan. Heran dan takjub. Namun para dayang merasa lega, karena perkiraan mereka keliru. Sri Baginda dan Permaisuri sama sekali tidak memurkainya.

****

BELIBIS PUTIH AJAIB

Patih Jaksanagara menghadap Sri Baginda, dengan perasaan was-was. Betapa tidak. Panggilan yang diterimanya sangat mendadak.
"Jangan kaget, Patih Jaksa!" kata Sri Baginda dengan tandas. "Kau kupanggil karena hendak kuberi tugas!"

"Daulat, Tuanku, hamba akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya," kata Patih Jaksanagara.

"Kau harus mencari burung belibis putih yang dapat berbicara seperti kita!"

"Tuanku?" mata patih terbelalak lebar sekali.

Aku tidak bergurau, Patih Jaksa! Puteriku dan para dayang telah melihatnya di taman!"

"Di.... dimanakah hamba dapat menemukan burung itu, Tuanku? Hamba mohon petunjuk."

"Kewajibanmulah untuk mencarinya! Burung itu harus kau temukan secepatnya. Karena dengan burung itulah, Srengganawati akan sembuh. Dari itu, kau harus bisa menemukan dan membawanya! Secepatnya! Kalau tidak berhasil, hmmmmm, kepalamulah jaminannya!"

"D...daulat Tuanku. Hamba akan mencarinya dan segera membawanya ke hadapan Tuanku."

"Berangkatlah sekarang juga!"

Patih Jaksanagara menghaturkan sembah. Kemudian mundur. Wajahnya sangat pucat. Keningnya berkernyit tebal sekali. Ia benar-benar bingung, harus kemana mencari burung yang dapat bicara seperti manusia.

****
Berhari-hari, Patiha Jaksanagara menelusuri desa dan kampung. Tak bosan-bosannya bertanya, mencari keterangan ihwal di mana adanya burung belibis putih yang dapat bicara itu. Akhirnya diketahuinya belibis itu adalah milik seorang petani kaya. 

Petani itu sebenarnya tidak hendak menjual burung belibis putih yang dapat bicara itu. Namun setelah Patih Jaksanagara menjelaskan, untuk apa ia menghendaki burung ajaib itu, si petani akhirnya memberikannya dengan hati yang ikhlas. Tanpa mau menerima imbalan satu sen pun. 

"Mungkin memang sudah takdir," kata petani itu. "Burung ajaib itu datang dengan tiba-tiba. Lalu, sekarang Tuanku Patih berkenan membawanya ke istana. Apalagi untuk menyembuhkan Tuan Puteri, tentu saja, hamba tidak berkeberatan melepaskannya." 

"Terima kasih, semoga Sang Hyang Widi membalas kebaikanmu itu," kata Patih Jaksanagara dengan sangat terharu. 

"Hendak kau bawa ke mana aku ini, Patih?" burung belibis putih bertanya, ketika Patih Jaksanagara menjinjing sangkarnya. 

Patih Jaksanagara terkesiap kaget. Namun sangat kagum dan takjub. 

"Kau akan dibawa ke istana. Tuan Puteri yang tengah gering menghendaki kau, belibis putih!" kata Patih Jaksanagara. 

"Oh ya? Kenapa Tuan Puteri jatuh gering?" 

"Karena merindukan kau!" 

"Wah?" 

"Sudahlah. Sebaiknya engkau diam saja. Kalau bicara terus tentu saja mengundang penasaran banyak orang. Akibatnya orang-orang akan mengerumuni kita, hingga sulitlah aku membawamu ke istana!"

"Baiklah!"

****
Sri Baginda Darmawisesa dan permaisuri sangat takjub dan terheran-heran, melihat burung belibis putih itu. Sangat lucu. Apalagi bila mendengarkan suaranya, pada saat bicara. Sungguh aneh, suaranya bagaikan suara seorang satrya yang gagah dan tampan. Enak sekali kedengarannya. 

Patih Jaksanagara mendapat hadiah yang besar dan penghargaan yang tinggi, atas keberhasilannya mendapatkan burung ajaib itu. Dan Puteri Srengganawati mendadak sembuh, sehat dan segar sebagaimana biasanya. Burung belibis putih itu, kehadirannya telah menjadi obat yang sangat mujarab. 

"Kanda yakin, burung belibis itu bukan burung biasa. Mungkin burung dari surga yang nyasar ke dunia ini," kata Sri Baginda dengan nada penuh kekaguman. 

"Apa pun juga, burung yang telah menyembuhkan puteri kita, Kanda. Kita harus bersyukur . Ah, entah bagaimana keadaan Srengganawati sekarang ini, seandainya burung ajaib itu tak berhasil ditemukan." kata permaisuri. 

angling darma
Putri Srengganawati dan Belibis Putih
Sri Baginda Darmawisesa dan permaisuri benar-benar berlega hati. Para dayang, para abdi istana bahkan segenap warga Bojonegoro sangat bersyukur. Karena puteri yang telah beberapa hari terbaring sakit, sekarang benar-benar sembuh. Kecantikan puteri yang hampir surut karena sakitnya, kini utuh. Bersinar-sinar sangat menawan. 

Puteri Srenggawati melepaskan burung belibis dari sarangnya. Dibiarkannya bebas di kamarnya. Kalau keluar kamar, selalu dibawanya sambil dielus-elus dengan penuh kasih sayang. Kadang-kadang diajak bicara dengan hangat, seolah-olah bukan seekor burung. 

"Saya dengar Tuan Puteri telah jatuh gering. Tak seorang pun dukun dan tabib yang dapat  menyembuhkan Tuan Puteri. Mengapa begitu? Seingat saya, sewaktu tempo hari kita bertemu Tuan Puteri dalam keadaan sehat wal'afiat?" tanya burung belibis sambil bertengger di pangkuan Puteri Srengganawati. 

"Ya, benar. Aku sakit cukup parah, belibis. Karena merindukanmu. Entah mengapa dirimu selalu membayang dalam ingatanku. Suaramu telah merenggut gairah hidupku. Rasanya hidupku hampa, tanpa kau di sisiku," kata Puteri Srengganawati seraya merunduk mengecup jambul si belibis. 

"Tuan Puteri sangat aneh. Mestinya jangan begitu. Sebab saya ini hanya seekor burung yang tidak menentu asal-usulnya. Masih banyak jenis burung yang lebih indah dari saya. 

Ah, yang sangat aneh bukan aku. Tapi justeru engkau belibis! Engkau dapat bicara seperti manusia, dengan tutur bahasa yang menawan. Ah, kau benar-benar luar biasa. Bagiku kau bukan sekedar seekor burung!" 

"Tuan Puteri, Tuan sangat cantik dan rupawan. Tentunya sangat banyak kumbang yang mengincar?" 

"Oh ya? Ah, entahlah," wajah Puteri menjadi bersemu merah. Justru membuat kecantikannya semakin bersinar-sinar. "Tak ada tempat di hatiku, bagi kumbang-kumbang itu. Hanya kau saja, belibis, yang dapat mengisi hatikut." 

"Saya hanya seekor burung. Orang-orang tentu akan menertawakan Tuan Puteri." 

"Biar saja orang-orang menertawakan aku, belibis. Mereka bebas berbuat apa saja. Yang penting aku sangat bahagia, dapat selalu berdekatan dengan kau!" 

****

PRABU ANGLING DARMA

Belibis putih yang ajaib hidup dengan leluasa di dalam istana, tinggal di dalam peraduan puteri. Tidak dikurung atau dikekang. Dan tampaknya tak akan pernah terbang jauh, apalagi sampai kabur. 

Puteri Srengganawati benar-benar sangat bahagia. Banyak tersenyum, bercerita, atau menari-nari sambil berdendang disaksikan burung belibis itu. Jarang keluar kamar peraduannya, kalau bukan karena sesuatu yang sangat mendesak.

Burung belibis putih selalu dibawa. Ditenggerkan di pnggung lengannya. Selalu dielus-elus dengan sangat lembut. Bahkan kadang-kadang diciumnya dengan mesra. 

"Belibis putih, aku yakin kau tidak keberatan menceritakan asal-usulmu padaku. Bersediakan?" tanya puteri pada suatu siang sambil merebahkan diri diatas permadani, di depan belibis putih. 

"Saya hanya tahu bahwa saya ini burung peliharaan Prabu Angling Darma, raja dari kerajaan Malawapati. Raja Angling Darma adalah raja yang arif dan bijaksana. Dicintai dan dihormati segenap abdi-abdinya. Beliau pun penyayang binatang, buktinya kepada saya ia sangat sayang. Saya dipelihara dengan penuh kasih sayang, dididik dengan berbagai macam kepandaian. Di antaranya dididik bicara. Karena jasa beliaulah saya dapat bicara seperti sekarang ini," kata belibis putih. 

"Prabu Angling Darma? Dari Malawapati? Ah, aku baru mendengarnya." 

Pada kesempatan lain puteri bertanya," Prabu Angling Darma itu sudah tua apa masih muda?" 

"Lebih tua sedikit dari Tuan Puteri." 

"Oh ya? Bagaimana penampilannya? Menarikkah?" 

"Menurut hemat hamba, beliau sangat gagah dan tampan. Hampir seperti Arjuna dalam pewayangan." 

"Seperti Arjuna? Wah, kalau begitu tentunya banyak puteri yang mencintainya? Dia tentu beristeri sangat banyak.?" 

"O, tidak. Meskipun kegagahan dan ketampanannya seperti Arjuna, namun beliau tidak pernah membagi-bagi hatinya. Meskipun banyak wanita yang mengharapkan kasihnya, beliau tidak beristeri banyak."

"Berapa orang istrinya?" 

"Hanya satu. Itu pun sudah mendahuluinya, meninggalkan Prabu Angling Darma yang sangat dicintainya." 

"Ah, kasihan sekali." 

Agaknya Puteri Srengganawati mulai tertarik pada Prabu Angling Darma. Meskipun belum pernah melihatnya. Pada setiap waktu senggang, ia selalu menanyakannya lebih dalam. 

Seperti pada suatu senja di kala istirahat. Puteri langsung mengelus-ngelus jambul belibis putih dan bertanya," Belibis putih, setelah ditinggalkan istrinya, apakah Prabu Angling Darma mencari gantinya?" 

"Tidak. Tetapi ketika telah mendengar ihwal Tuan Puteri, Prabu Angling Darma konon sangat tertarik," kata belibis putih. 

"Dia tertarik padaku?" pipi Puteri Srengganawati menjadi merah. "Bagaimana mungkin dia tertarik padaku, bertemu saja belum pernah!" 

"Beliau sering memimpikan Tuan Puteri." 

"Ah, kau cuma mengada-ngada! Tak Mungkin! Kau jangan menggoda aku, belibis putih!" 

"Tuan Puteri, saya tidak menggoda. Apa yang saya katakan, benar adanya." 

"Bohonh! Sudah ah! Kita bicara soal lain saja!" 

Tapi Putri Srengganawati telah digoda rasa penasaran. Ihwal diri Prabu Angling Darma telah menyentuh hatinya. Sehingga ketika esok harinya tengah berduaan dengan si Belibis putih, puteri bertanya," Belibis putih, ceritakanlah, bagaimana Prabu Angling Darma kehilangan isterinya?" 

"Permaisuri Prabu Angling Darma adalah seorang puteri jelita yang rupawan. Namun sayang sekali sering salah paham, oleh persoalan yang sebenarnya tidak seberapa. Pada suatu hari, kesalahpahaman permaisuri itu sangat keterlaluan, sehingga bunuh diri dengan jalan meloncat ke dalam kobaran api," kata belibis putih. 

Oh, betapa menyedihkan! Prabu Angling Darma tentu sangat kehilangan. Tapi sebagai raja yang rupawan, beliau tentu tidak sulit mencari penggantinya?" 

"Prabu Angling Darma bersumpah tidak akan mencari penggantinya. Karena beliau yakin tak akan ada puteri yang secantik Dewi Ambarwati. Sumpahnya di dengar oleh Dewi Ratih di kahyangan. Dewi Ratih menjadi penasaran, ingin menguji kesetiaan Prabu Angling Darma. Maka dari itu, Dewi Ratih lalu turun ke bumi. Menjelma menjadi seorang puteri yang sangat mirip dengan Dewi Ambarwati. Prabu Angling Darma tergoda. Ia lupa, bahwa Dewi Ambarwati telah tiada." 

"Oh, karena melanggar sumpah, beliau tentu mendapat hukuman?" 

"Betul. Dewi Ratih yang telah menjelma sebagai seorang puteri langsung menghilang. Sirna dengan gaib. Prabu Angling Darma sangat terkejut. Dan beliau mendengar suara Dewi Ratih yang mengutuknya. Katanya, "Angling Darma, engkau ternyata bukan laki-laki yang patuh pada sumpahmu sendiri! Seharusnya engkau selalu ingat bahwa isterimu telah tiada. Dari itu, kalau pun ada puteri yang serupa dengan mendiang isterimu, kau harus sadar bahwa dia bukanlah isterimu. Hm, kau benar-benar telah melanggar sumpahmu sendiri. Untuk itu, aku akan menghukummu, atas nama para dewa, "Kau kukutuk untuk hidup terlunta-lunta selama delapan tahun. Kau akan merasa seolah-olah berada dalam hutan belukar yang angker!" Prabu Angling Darma sangat terkejut mendengar kutukan itu. Tubuhnya lemas bagai tidak bertulang.!

"Prabu Angling Darma dikutuk, selama delapan tahun terlunta-lunta dalam hutan belantara yang angker?" tukas Puteri Srengganawati dengan wajah pilu. Suaranya bernada iba yang dalam, "lalu bagaimana?" 

"Prabu Angling Darma merasa menyesal dan sedih. Ia ingin berteriak memohon ampun. Tetapi, tiba-tiba pandangannya menjadi gelap. Bumi seolah-olah berguncang dengan dahsyat. Tubuh Prabu Angling Darma terpelanting dengan keras dan roboh terkulai, pingsan. Entah berapa lama beliau tidak sadar. Ketida sadar beliau telah berada di tengah-tengah hutan belantara yang angker. Beliau sangat kaget. Suara binatang-binatang buas bergema bersahut-sahutan. Amat dahsyat dan mengerikan." 

"Oh, mengerikan sekali tentunya?" 

"Betul. Istana dan segala isinya, miliknya, telah hilang dengan seketika. Berganti wujud dengan hutan belantara, atas kehendak para dewa. Dengan hati yang sedih, Prabu Angling Darma berjalan tanpa tujua. Beliau berjalan terus, menurutkan langkahnya. Dan kemudian sampailah ke sebuah istana yang sepi dan kosong. Beliau merasa heran, istana yang besar dan megah itu bagaikan tidak berpenghuni. Tapi benarkah tidak berpenghuni?  Ternyata dugaannya keliru. Istana itu dihuni oleh tiga dara jelita yang berwajah seolah-olah kembar tiga. Cantik-cantik dan masih muda belia." 

"Apakah Prabu Angling Darma bertemu dengan tiga dara jelita itu?" tanya Puteri Srengganawati dengan nada amat penasaran. 

"Aduh Tuan Puteri, saya sangat lelah. Bagaimana seandainya beristirahat terlebih dahulu? Malam telah tiba, dan saya sangat mengantuk," kata belibis putih dengan suara lesu. 

"Ah, kau?" gumam tuan puteri tanpa dapat mendesak, karena ia sendiri juga memang telah mengantuk.
****

HUKUMAN BAGI ANGLING DARMA

Besok paginya Puteri Srengganawati bangun pagi-pagi sekali. Langsung memberi makan belibis, setelah ia sendiri bersantap pagi. 

"Lanjutkan ceritamu, wahai belibis putih!" kata Puteri Srengganawati, ketika belibis putih selesai memakan makanannya. 

"Sampai dimana akhir cerita yang saya tuturkan kemarin malam itu?" tanya belibis putih. 

"Prabu Angling Darma menemui sebuah istana yang dihuni oleh tiga dara jelita," kata Puteri Srengganawati. 

"Ketiga dara jelita itu mengaku bernama Widiati, Widata dan Widarsih. Ketiganya mengaku puteri-puteri Kalawedarti." 

"Siapa Kalawedarti itu, belibis putih?" 

"Kalawedarti adalah raksasa jahat yang pernah menyerang Malawapati. Namun pasukan Malawapati yang dipimpin Patih Batikmadrim dapat melumpuhkannya. Bahkan Kalawedarti sendiri tewas di tangan Patih Batikmadrim. Lalu, ketiga dara jelita itu bertanya siapa gerangan Prabu Angling Darma. Prabu Angling Darma menjelaskan, bahwa dirinya adalah raja dari Malawapati. Ketiga dara jelita itu sangat kaget, langsung menyerang karena menganggap Prabu Angling Darma sebagai pembunuh ayahnya. Prabu Angling Darma berusaha menjelaskan bahwa yang membunuh Kalawedarti bukan dirinya, melainkan patihnya yaitu Patih Batikmadrim. Dan Patih Batikmadrim cukup mempunyai alasan mengapa membunuh Kalawedarti, karena membela kerajaan. Namun ketiga dara tersebut tidak peduli, terus menyerang dengan garang. Prabu Angling Darma berusaha menghindar dan melancarkan perlawanan. Namun aneh, tenaganya mendadak hilang. Sehingga ketiga dara jelita itu dengan mudah melumpuhkannya." 

"Oh, lalu apa yang terjadi selanjutnya?" 

Ketiga dara jelita itu membekuk Prabu Angling Darma dan bersiap hendak mencincangnya dengan kejam. Prabu Angling Darma meminta ampun. Namun tidak diindahkan. Tapi kemudian, Widati yang tertua dari ketiga dara jelita itu mengubah pendiriannya. Dan disepakati oleh Widata serta Widarsih. 

"Mengubah pendiriannya? Bagaimana maksudmu?" 

"Ketiga dara jelita itu akan mengampuni bahkan bersedia menjadi abdi, asalkan Prabu Angling Darma sudi menjadi suaminya." 

"O, apakah Prabu Angling Darma bersedia?" 

"Tidak ada pilihan lain. Demi keselamatannya, Prabu Angling Darma terpaksa bersedia." 

"Oh? Sayang sekali. Tapi .... yah, tak ada pilihan lain. Lalu bagaimana?" 

"Prabu Angling Darma kemudian tinggal di istana besar yang sepi itu, sebagai suami dari ketiga dara jelita. Hari berganti hari tanpa terasa. Sebagai suami dari tiga isteri, tetapi bahtera rumah tangganya berjalan dengan lancar. Namun, ada satu keanehan yang sangat mengundang rasa penasarannya. Yaitu, setiap pagi ketiga isterinya selalu pergi entah kemana, dalam keadaan lesu dan pucat. Lewat tengah hari baru kembali ke istana dalam keadaan segar bugar penuh gairah. Prabu Angling Darma menanyakannya, namun tak satu pun dari ketiga istrinya yang menjawab dengan jawaban yang memuaskan. 

Akhirnya Prabu Angling Darma berniat menyelidikinya. Pada suatu pagi sebagaimana biasanya, beliau membiarkan ketiga isterinya pergi. Setelah meninggalkan istana, Prabu Angling Darma lalu menjelma menjadi seekor burung gagak putih. Kemudian terbang mengikuti arah yang dituju ketiga istrinya. " 

"Apa yang dikerjakan ketiga istrinya itu?" 

"Dengan menjelma sebagai burung gagak putih, Prabu Angling Darma dapat mengikuti dan melihat ketiga istrinya tampak berjalan beriringan menuju sebuah tempat yang sepi dan angker. Di sana, Prabu Angling Darma hampir tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Sungguh mengerikan dan menjijikkan!"

"Mengerikan dan menjijikkan?"

"Ya, ketiga istrinya tengah mengerumuni sesosok mayat yang masih baru. Mereka merobek-robek kulit tubuh mayat itu, mengambil dagingnya. Lalu memakannya dengan lahap!"
"Oh?!"
"Tengah asyik makan, mereka melihat burung gagak putih yang sebenarnya jelmaan Prabu Angling Darma. Mereka mengambil beberapa potong daging dan melemparnya ke dekat gagak putih. Namun gagak putih tidak mengacuhkannya. Mereka merasa heran dan geram, karena biasanya burung gagak sangat senang bila diberi daging. "Mungkin dia bosan memakan daging, coba beri bagian jantung!" kata salah seorang dari mereka. Benar saja, ketika diberi jantung, burung gagak putih segera mematuk-matuknya dan membawanya pergi."

"Lalu?"

"Dengan membawa jantung pada paruhnya, burung gagak putih segera kembali ke istana. Langsung ke tempat peraduan. Kemudian menaruh jantung itu ke dalam tempat bedak yang telah kosong. Biasanya apabila ketiga istrinya pulang, langsung berhias dengan membedaki wajahnya. Burung gagak putih kemudian menjelma menjadi Prabu Angling Darma kembali, dan langsung merebahkan diri di peraduan. Pura-pura tertidur pulas."

"Hmmm, lalu bagaimana?"

"Lewat tengah hari, ketiga istri Prabu Angling Darma pulang, mereka seperti biasa langsung berdandan, membenahi dirinya. Dan ketika membuka kotak tempat bedak, mereka sangat terkejut. Lalu mereka pun sadar, bahwa suaminya telah mengetahui apa yang telah dikerjakannya. Mereka sangat marah dan malu. Kemudian sepakat untuk menghukum Prabu Angling Darma...."


"Hukuman apa yang ditibankan kepada Prabu Angling Darma itu?"

Burung belibis putih termangu.
"Hei, mengapa kau termangu? Ayo jelaskan, hukuman apa yang ditibankan kepada Prabu Angling Darma?" tanya Puteri Srengganawati dengan nada mendesak.

"Sebentar, saya tengah mengingat-ingatnya, Tuan Puteri," jawab belibis putih.

"Ah, cepatlah mengingat-ingatnya. Aku sangat penasaran!"

"Ah, saya lupa lagi. Saya tidak ingat lagi ... maafkan saya Tuan Puteri."

Puteri Srengganawati tak mendesak. Namun tampak kesal dan penasaran, Hingga menghela napas yang sangat panjang dan dalam, kemudian merenung.

"Tuan Puteri tengah merenung sesuatu?" tanya belibis putih.

Namun Puteri Srengganawati seperti tidak mendengar.

"Tuan Puteri ?"

Puteri Srengganawati tetap termangu. Pikirannya tengah melayang-layang entah ke mana. Dan tak jelas apa yang tengah dipikirkannya. Tapi kemudian menghela napas yang panjang sekali lagi. Lalu meraup tubuh burung belibis dan menaruhnya di atas punggung lengannya.

"Kasihan sekali nasib Prabu Angling Darma itu," gumam Puteri Srengganawati dengan suara sendu.

"Tuan Puteri merasa kasihan? Merasa iba? Apakah Tuan Puteri tertarik kepada beliau?" tanya belibis putih.

"Ah Kau? Bagaimana aku hendak tertarik? Bertemu pun belum ?

"Tuan Puteri berkenan untuk bertemu?"

"Di mana? Kapan?"

Belibis putih diam, bingung mencari jawaban.

****

IMPIAN MENJADI KENYATAAN

Pada suatu malam, Puteri Srengganawati tidur lelap sekali. Lalu bermimpi, bertemu seorang kesatria yang gagah dan tampan. Puteri Srengganawati sangat terpesona. Hatinya terguncang. Apalagi ketika satria itu menghampirinya. Degupan jantung Puteri Srengganawati berdegup cepat sekali. Ia ingin menatap wajah satria itu, namun malu. Namun ia sangat berharap, satria itu menyapa sebagaimana mestinya. Tapi tidak. Satria itu diam membisu. 

Puteri Srengganawati merasa heran dan kehilangan kesabarannya. Lalu memberanikan diri menatap wajah satria itu. Ia kaget, sebab wajah satria yang tampan dan perkasa itu ternyata sangat murung. Sedih sekali. Bagaikan tengah mengandung kepiluan yang sangat dalam. Akhirnya ia memberanikan diri menyapa satria itu. Namun sebelum sapaannya terucap, satria itu menghilang. Puteri Srengganawati terbangun dari tidurnya. Lalu bangkit. Duduk termangu. 

"Ada apa Tuan Puteri terbangun pada saat malam selarut ini? tanya belibis putih yang diam bertengger di sisi peraduan puteri. 

Puteri Srengganawati menghela napas kesal. Lalu menceritakan mimpinya. Menerangkan rupa kesatria yang ditemuinya dalam mimpinya itu. 

"O, itulah Prabu Angling Darma," kata belibis putih. " Beliau memang tengah dilanda nasib yang buruk. Sehingga manakala memperlihatkan dirinya dalam mimpi Tuan Puteri, wajahnya nampak suram. Sangat murung." 
"Oh ......." 

Puteri Srengganawati berbaring kembali. Menatap langit-langit dengan sayu. Lalu memejamkan matanya, berharap segera tidur kembali. Dan bertemu dengan satria yang ternyata Prabu Angling Darma. Namun betapa sulit kantuk menaklukkannya. Sampai fajar menyingsing yang diiringi kokokan ayam jantan, Puteri Srengganawati tak dapat tidur lagi. 

Mimpi itu sangat mencekam. Meninggalkan kesan yang dalam sampai ke dasar hati. Sehingga gambaran diri Prabu Angling Darma membekas di pandangannya. Hati Puteri Srengganawati terguncang. 

Ketika kokok ayam terdengar lagi, Puteri Srengganawati segera bangun. Duduk dengan menopang dagu, menatap belibis putih dengan sayu.

"Belibis putih, ceritakanlah lebih banyak mengenai Prabu Angling Darma itu," kata Putri Srengganawati.

"Oh ya? beliau adalah seorang raja yang budiman, cerdas dan tangkas. Dan beliau gemar menulis syair serta membacakannya dengan suara yang sangat merdu," kata belibis putih

"Hmm, aku jadi ingin mendengar kermerduan suaranya apabila ia bersyair," .


"Mudah-mudahan Tuan Puteri akan sempat mendengarkannya."

"Kapan?"

"Belibis putih diam termangu. Tak dapat menjawab.

"Apakah dia sangat sayang kepadamu?" tanya Puteri Srengganawati.

"Sangat sayang. Beliau memang mencintai sesama makhluk hidup. Kepada saya, beliau bersikap sangat istemewa," jawab belibis putih.

"Sangat istimewa?"

"Ya, saya diperlakukan dengan penuh manja.  Bahkan, apabila beliau membersihkan diri, hamba selalu diajaknya."

"Oh ya?"

Tiba-tiba Puteri Srengganawati turun dari peraduannya. Lalu berdiri diambang jendela, merentangkan tangannya. Mengencangkan otot-otot yang kaku selama tertidur. Lalu menatap belibis putih dengan pandangan cerah.

"Aku pun seperti Prabu Angling Darma. Aku akan mengajak kau mandi di kolam yang ada taman. Maukah engkau, belibis putih?" tanya Putri Srengganawati

Belibis putih tidak menjawab. Termangu kebingungan.

Putri Srengganawati tidak menunggu jawaban. Tangannya yang lembut lalu menjumput belibis putih, meletakkannya di atas punggung lengan, kemudian memanggil dayang-dayang dan menitahkan menyiapkan perlengkapan untuk mandi.

Sambil berdendang, Putri Srengganawati berjalan menuju kolam yang ada di taman. Para dayang membuntutinya dengan membawa perlengkapan mandi. Tangannya yang lembut tak henti-hentinya mengusap-ngusap jambul belibis putih.

"Belibis putih, apakah engkau sudah dapat mengingat-ingat, hukuman apa yang diterima Prabu Angling Darma dari ketiga isterinya itu?" kata Putri Srengganawati.

"Saya tidak ingat lagi," jawab belibis putih.

"Ah, sayang sekali."

Sesampainya di tepi kolam. Putri Srengganawati membuka pakaiannya dengan dibantu para dayang. Belibis putih memalingkan kepalanya, tidak berani menatap puteri yang tengah melucuti pakaiannya. Putri Srengganawati mengetahui hal itu dan tertawa.

"Ah, engkau rupanya malu melihatku?" tanya Putri Srengganawati.

Setelah melucuti pakaiannya. Puteri Srengganawati meloncat ke dalam kolam. Kemudian berenang dan menghampiri belibis putih.

"Ayo, kau akan kumandikan! Aku ingin memandikanmu seperti Prabu Angling Darma memandikan kau!" kata Puteri Srengganawati sambil menjulurkan tangannya ke arah belibis putih.

"Tuan Puteri, apakah Tuan Puteri ingin bertemu dengan Prabu Angling Darma?" tiba-tiba belibis putih bertanya.

"O ya? Hmm, bagaimana ya? Kalau aku memang ingin, bagaimana caranya?

"Titahkanlah para dayang meninggalkan kolam ini. Biarlah kita berdua saja di sini."

Puteri Srengganawati seperti bingung. Tetapi kemudian memberi isyarat kepada para dayang, agar segera keluar dari taman. Para dayang mentaatinya. Dan setelah para dayang berlalu di kolam pemandian, tinggal di taman Puteri Srengganawati dan burung belibis putih.

"Nah, mereka telah pergi. Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanya Puteri Srengganawati.

"Cabutlah jambul! Hamba ini," kata burung belibis putih, seraya merunduk.

"Ah, apa artinya?"

"Silakan Tuan Puteri mencabutnya, jangan ragu-ragu."

Meskipun tetap ragu-ragu. Puteri Srengganawati lalu mencabut jambut di atas kepala burung belibis putih dengan sangat hati-hati. Dan, tiba-tiba terjadilah sesuatu yang sangat aneh. Puteri Srengganawati menjerit, tetapi tidak begitu keras.

Burung belibis putih yang dapat berbicara itu mendadak menghilang. Berubah bentuk menjadi gumpalan asap yang menggulung-gulung, membesar dan membentuk sesosok tubuh. Lalu menjelma menjadi seorang satria yang gagah dan perkasa. Yang tampan, dengan senyumnya yang menawan tersungging pada bibirnya.

Puteri Srengganawati segera meloncat ke darat, hendak berlari karena malu dan kaget. Namun si satria mengenggam tangannya, menahan puteri agar tidak lari.

"Jangan takut dan kaget, Puteri Srengganawati. Bukankah Anda ingin bertemu dengan saya?" kata satria dengan suaranya yang merdu.

Puteri Srengganawati menatap diri satria, dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Darahnya tersirap. Jantungnya berdegup lebih kencang. Matanya membelalak menatap diri si satria dengan gugup. Kiranya, ia telah pernah melihat satria itu.

"Kita .... rasanya pernah bertemu, Siapakah tuan?" tanya Puteri Srengganawati dengan pipi menjadi merah, yang justru membuat kecantikannya semakin bersinar.

Ya, kita pernah bertemu, meski dalam mimpi. Puteri Srengganawati yang jelita, saya adalah  Angling Darma," kata si satria.

"Ohh...jadi, Tuan adalah Prabu Angling Darma?"

"Benar."

Tapi, .... bukankah ... Tuan adalah jelmaan dari burung belibis putih?"

"Puteri Srengganawati, ketiga istriku telah menghukum saya menjadi seekor belibis putih untuk waktu yang masih lama. Ya, begitulah nasib saya, sangat buruk. Namun apa daya? Mungkin memang sudah takdir dari Sang Hyang Widi."

Prabu Angling Darma lalu menjelaskan, bahwa isteri-isterinya itu bukan manusia. Melainkan jelmaan dari puteri-puteri siluman yang kejam.

Puteri Srengganawati merasa iba, lalu mengajak Prabu Angling Darma untuk menghadap ayah ibunya. Namun, Prabu Angling Darma menolaknya dengan halus.

"Sekarang belum saatnya," kata Prabu Angling Darma menjelaskan penolakannya."Saya masih dalam masa hukuman. Namun berkat kemurahan Sang Hyang Widi, saya masih bisa menjelma kembali seperti sekarang ini, itupun hanya bila malam hari. Bila siang hari, saya akan kembali menjadi belibis putih.

Prabu Angling Darma kemudian menghilang. Menjelma kembali menjadi burung belibis putih.

Puteri Srengganawati langsung menjumput belibis putih itu, membawanya ke dalam kamarnya. Dan mengelus-elus dengan penuh kasih sayang.

"Kalau begitu, kau tidak boleh keluar dari kamarku," Kata Puteri Srengganawati. "Bila malam tiba, aku akan menemanimu. Bila siang aku akan menjagamu."

"Terima kasih, Tuan Puteri." kata belibis putih.

"Panggillah namaku, agar terasa dekat, wahai Prabu Angling Darma alias belibis putih!"

"Baiklah Tuan Put...eh, Dewi Srengganawati yang jelita." Puteri Srengganawati mengecup belibis dengan sangat mesra.

****

Sejak saat itu, Puteri Srengganawati tak pernah mau berpisah sebentar pun dengan belibis putih. Apalagi bila malam tiba, pada saat belibis putih menjelma menjadi Prabu Angling Darma. 

Bila malam tiba, mereka asyik masyuk berduaan. Bercumbu dengan mesra dan indah. Penuh tawa yang ceria. Dan bisikan yang merayu-rayu. Hati mereka memang telah saling terpaut, saling berkaitan dengan intim. Di bayangi kemesraan dan kesyahduan yang bagaikan tak berujung. 

Hari berganti hari. Malam pun berganti malam. Kedua insan yang telah saling terpaut hatinya itu, semakin bersatu......

****

 MUNCULNYA PRABU ANGLING DARMA

Sri Baginda Darmawisesa dan Permaisuri sangat heran, sebab Puteri Srengganawati jarang keluar dari peraduannya. Hal itu telah berlangsung selama berbulan-bulan. 

Permaisuri, bahkan lebih terkejut ketika melihat keadaan tubuh puterinya. Terutama bagian perut dan dadanya, yang dari hari ke hari menjadi membengkak. Dengan penuh kebijaksanaan, permaisuri lalu memeriksa Puteri Srengganawati. 

Dan, Permaisuri bagaikan disambar halilintar di siang bolong. Ketika akhirnya mengetahui, bahwa puterinya ternyata tengah mengandung!

Dengan lemah lembut, permaisuri melaporkannya kepada Sri Baginda. Dan tentu saja, Sri Baginda Darmawisesa sangat terkejut. Marah dan malu. Rasanya, wajahnya yang agung berwibawa itu telah dinodai nista, yang justru oleh puterinya yang sangat dicintainya. 

Sri Baginda segera memanggil para dayang dan abdi. Satu persatu ditanyai dan diperiksa. Namun tak satupun yang dapat menerangkan, siapa gerangan ayah jabang bayi yang tengah dikandung Puteri Srengganawati. 

Sri Baginda menjadi murka. Hampir saja menggunakan cara kekerasan, bila tidak dihalangi permaisuri. Puteri Srengganawati tetap tidak bersedia menjelaskan.

"Kita tahu, kediaman puteri dijaga dengan ketat. Tak sembarangan orang dapat memasukinya. Dan kita memang tidak pernah mendengar laporan ihwal adanya laki-laki asing yang suka mengunjungi Srengganawati. O, jagat Dewa Batara, siapa gerangan ayah dari jabang bayi yang dikandung Srengganawati itu?" 

"Dinda berpendapat, bahwa puteri kita telha mengandung dengan gaib," kata permaisuri. 

"Ya, mungkin juga. Sebab kalau tidak secara gaib, Srengganawati tentu tak akan tutup mulut. Jadi, Srengganawati sendiri rupanya tidak tahu, ihwal ayah jabang bayinya itu. O, siapa tahu setan jahat telah masuk ke dalam tubuh puteri kita?" 

Permaisuri lalu menuju tempat bersemedi. Menyepi dengan menyatukan segenap inderanya. Memohon petunjuk Sang Hyang Widi. Selama tujuh hari tujuh malam, permaisuri bersemedi. Akhirnya terdengar suara gaib. Katanya, "Carilah seorang yang berilmu, yang hanya dikenal sebagai si "Kelana Buana". Dialah yang akan memecahkan persoalan yang tengah melibatkan diri Srengganawati. 

Ketika Permaisuri melaporkan ihwal suara gaib itu, Sri Baginda kemudian memanggil Patih Jaksanagara. Menitahkan untuk mencari orang yang dikenal sebagai si Kelana Buana. Dan beruntung sekali, orang yang dicari dapat ditemui dengan mudah. 

angling darma
Kelna Buana dan Putri Srengganawati
"Kelana Buana ternyata seorang lelaki tua, bukan warga kerajaan Bojonegoro. Hanya pendatang yang kebetulan singgah du Bojonegoro, tanpa diketahui asal-usulnya. Namun ternyata bersedia dipanggil Sri Baginda, dan dengan ikhlas bersedia memecahkan persoalan yang menyangkut diri Puteri Srengganawati. 

"Izinkanlah hamba memasuki peraduan Tuan Puteri," kata Kelana Buana, ketika Sri Baginda telah menjelaskan maksudnya. "Percayalah, hamba akan berhasil mengungkapkan masalah yang pelih ini. Ayah jabang bayi yang tengah dikandung Tuan Puteri, niscaya dapat kita ketahui." 

Sri Baginda dan patih segera mengiringi Kelana Buana, ke kediaman Puteri Srengganawati. Dan disambut Puteri Srengganawati dengan berdebar-debar. 

"Apakah yang hendak kau perbuat di kamarku ini?" tanya Puteri Srengganawati dengan cemas. 

Kelana Buana menatap burung belibis putih yang bertengger di sisi peraduan puteri. Lalu katanya,"Serahkanlah burung belibis itu kepada hamba." 

Puteri Srengganawati terkejut. Wajahnya mendadak diliputi kecemasan yang dalam. Ia hendak mempertahankan belibis putih, namun burung ajaib itu berkata dengan suara hampir berbisik. Katanya," Biarkanlah ia mengambil saya. Tak usah takut atau cemas, raga halus saya akan segera keluar dari tubuh burung belibis ini." 

Puteri Srengganawati mempersilakan Kelana Buana menjumput burung belibis putih. Namun, ketika telah digenggam, burung itu telah tidak bernyawa lagi. 

Puteri Srengganawati sangat sedih. 

"Jangan sedih, Kanda tidak kurang suatu apapun. Sekarang raga halus Kanda bersembunyi pada perhiasanmu, Dinda. Kanda berada dalam sumber yang menghiasi telingan Dinda," terdengar bisikan yang sangat halus, yang hanya didengar oleh Puteri Srengganawati. 

Puteri Srengganawati merasa lega dan sangat bersyukur.

Puteri Srengganawati kaget lagi. Bingung dan hampir putus asa. Namun raga halus Prabu Angling Darma telah meloncat dan bersembunyi di dalam mata cincin yang dikenakan puteri.Tetapi, Kelana Buana sangat waspada. Dia meminta sumber yang terbuat dari emas bertahtakan berlian, yang menjadi hiasan telinga. Tapi Kelana Buana tetap tak dapat dibohongi. Segera ia meminta cincin yang dikenakan Puteri Srengganawati. 

Raga halus Prabu Angling Darma segera meninggalkan cincin yang dikenakan Puteri Srengganawati. Meloncat kearah perhiasan lain. Tetapi Kelana Buana mengetahuinya, bahkan melihatnya. Ia segera menangkap raga halus Prabu Angling Darma, dan langsung membantingnya ke lantai. 

Terdengar suara berdebuk menghantam lantai, ketika raga halus Prabu Angling Darma dibanting tangan Kelana Buana yang kokoh. Ajaib sekali, tubuh Prabu Angling Darma tiba-tiba menjelma di depan Kelana Buana. 

Sri Baginda dan Permaisuri merasa kaget, melihat seorang satria perkasa berdiri di depan Kelana Buana. Beberapa pengawal segera dititahkan untuk meringkus satria itu. Puteri Srengganawati menjerit, memohon kepada Sri Baginda agar tidak mengusik si satria yang tidak lain adalah Prabu Angling Darma. 

"Bunuhlah aku, bila Kanda Prabu Angling Darma hendak di sakiti!" teriak Srengganawati. 

Kelana Buana tiba-tiba bersimpuh dan menghaturkan sembah di hadapan Prabu Angling Darma. Seraya berkata," Tuanku Prabu Angling Darma junjungan hamba. O, hamba hampir putus asa mencari Tuanku." 

Prabu Angling Darma dengan segera mengenali siapa sebenarnya Kelana Buana ini seraya berkata,"Patihku Batikmadrim, kiranya engkaulah yang menjadi Kelana Buana?" tanya Prabu Angling Darma. "Ah, bagaimana kabarnya keadaan kerajaan kita, Patih?" 

"Daulat Tuanku, sejak Tuanku menghilang, hamba telah meninggalkan istana Malawapati. Semata-mata karena hamba mendapat tugas yang merupakan amanat segenap rakyat Malawapati, untuk mencari Tuanku. Dan hamba telah berjanji tidak akan kembali, sebelum berhasil menemui Tuanku. Kiranya Sang Hyang Widi akhirnya mempertemukan hamba dengan Paduka di istana Bojonegoro ini." 

"Oh, ya. Aku telah menghilang selama delapan tahun. Namun ketahuilah, kejadian ini bukan atas kehendakku. Melainkan karena hukuman dari Dewi Ratih di Kahyangan, karena aku telah melanggar sumpahku sendiri." 

Prabu Darmawisesa dan Permaisuri masih tercengang dan takjub, ketika Prabu Angling Darma menghaturkan sembah dan memperkenalkan diri. 

Dan, setelah mengetahui siapa gerangan ayah dari calon cucunya, Prabu Darmawisesa tidak murka lagi. Bahkan merasa bahagia, karena ternyata calon menantunya itu seorang raja besar yang gagah dan tampan. 

Beberapa hari kemudian, Prabu Darmawisesa menikahkan puterinya dengan Prabu Angling Darma secara sah. Diiringi pesta besar yang megah dan meriha selama tujuh hari tujuh malam. Dan dihadiri para undangan yang datang dari dalam maupun luar kerajaan Bojonegoro. 

Tampaknya Prabu Angling Darma dan Puteri Srengganawati sangat bahagia dalam pesta pernikahan itu. 

TAMAT

 Sumber:  Buku Cerita Rakyat Angling Darma (Cerita Dari Jawa) 
Dikisahkan kembali oleh Nora Hasyati dan Ilustrasi oleh Har 
Penerbit: Citra Budaya
Next Post Previous Post