Senjata tradional Jawa Tengah

Senjata tradional Jawa Tengah serta Daerah Istimewa Yogyakarta dengan cara garis besarnya nyaris sama, cuma membedakan morfologi, bentuk serta ornament dari senjata tradisional itu, yakni Keris. 

Mulai sejak zaman dahulu, keris senantiasa jadi simbol kemampuan, baik untuk laki-laki ataupun wanita. Pada intinya, keris sama dengan senjata tradisional yang lain. Bermata tajam dan dipakai untuk memotong, menusuk, atau mengiris. Pada saat lantas, keris juga digunakan juga sebagai lambang jati diri diri, baik itu untuk diri sendiri, keluarga, atau klan. Keris seseorang raja tidak sama dengan keris perwira atau abdi dalam bawahannya. Bukan sekedar bilah kerisnya saja yang tidak sama namun juga detil-detil perhiasan piranti pelengkapnya juga tidak sama. 



Pembuatan 

Keris sudah di buat oleh beberapa empu pembuat keris mulai sejak zaman dahulu. Kombinasi pada materi baja dengan meteorit, dengan tehnik tempa lipat, jadikan keindahan fisik keris terbentuk. 

Dalam dunia perkerisan, di kenal arti pamor daden. Pamor daden yaitu pamor atau “cahaya” yang terbentuk dengan cara spontan, tanpa ada rekayasa sang empu pembuat keris. Menurut percobaan yang dikerjakan, keris umumnya mempunyai kandungan radioaktivitas yang tinggi, oleh karena itu memerlukan cara untuk menetralisirnya. 

Satu diantara cara menetralisir bahaya radiasi itu dengan menyarungkan bilah keris ke dalam rencana kayu spesifik. Kayu-kayu yang umum dipakai yaitu kayu Timoho, Trembalu, Cendana, Awar-awar, Galih asem, Liwung, atau gading gajah

Diluar itu, ada juga arti pamor rekanan atau pamor buatan. Pamor rekanan yaitu bila mulai sejak awal pembuatan keris, sang empu keris inginkan “cahaya” spesifik dari kerisnya. 

Ciri khas keris Solo, umumnya mempunyai aksesori banyak yang bertahtakan emas berlian dan berangka kayu cendana wangi. Dalam budaya Jawa tradisional keris bukan sekedar dikira juga sebagai senjata tradisional yang mempunyai kekhasan bentuk serta pamornya. 

Keris style Solo dimaksud ladrang sedang Yogyakarta bernama Branggah Ladrang memiliki bilah (sarung keris) yang lebih ramping serta simpel tanpa ada banyak hiasan lantaran ikuti style senopatenan serta mataram sultan agungan. Sesaat keris Solo (Ladrang) pada bilahnya semakin banyak ornament serta bentuk serta motif lantaran ikuti cita rasa Madura dari Mpu Brojoguno. Ukiran keris solo memiliki tekstur lebih halus dari pada Yogyakarta. Juga ada ketidaksamaan dari gagang keris, luk, serta lain sebagainya. Semasing mempunyai filosofi sendiri-sendiri. 

Senjata Tradisional Kasunan Surakarta Hadiningratan 



Pandangan diluar keraton mendeskripsikan pusaka juga sebagai senjata yang berbentuk sakral. Sedang dalam konteks Kasunanan Surakarta Hadiningrat, arti pusaka dimaknai juga sebagai benda-benda peninggalan dari leluhur keraton yang diwariskan dengan cara turun-temurun pada dari Raja pada awal mulanya ke Raja yang setelah itu. 

Jadi, yang dimaksud pusaka tidak cuma berbentuk senjata saja, tetapi benda-benda lain yang mempunyai makna sendiri untuk keraton. Tetapi, dalam konteks ini, bakal sedikit dibicarakan perihal senjata pusaka yang dimiliki Kasunanan Surakarta Hadiningrat. 

Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki beragam type senjata pusaka yang sampai saat ini masih tetap dirawat dengan baik. Sebagian type senjata pusaka yang ada di Kasunanan Surakarta Hadiningrat diantaranya keris, tombak, pedang, trisula, gada besi, meriam, dsb. Senjata-senjata pusaka keraton itu dipercaya menaruh arti magis hingga mempunyai kemampuan yang punya pengaruh atau prabawa serta dikira juga sebagai benda-benda sakral yang perlu dihormati. 

Kudhi untuk orang-orang Banyumas yaitu satu diantara perkakas yang serba manfaat, terkecuali sebagai senjata tajam yang dipakai membuat perlindungan diri dari bahaya yang meneror. Serta juga sebagai sub budaya orang-orang Jawa, orang-orang Banyumas (serta seperti umumnya orang-orang Jawa) di dalam kesehariannya senantiasa memakai simbol-simbol atau simbol. Lambang atau simbol itu dapat berupa benda, tulisan, perkataan ataupun upacara serta kesenian, satu diantaranya Kudhi. Kudhi yang dikira mempunyai daya linuwih ini cuma digunakan juga sebagai senjata jimat. Karena kudhi sejenis ini tidak sering serta sangatlah susah didapat. Orang-orang Banyumas kerap menyebutnya dengan Kudhi Trancang

Terdapat banyak jenis kudhi yang ada di Banyumas yakni Kudhi Umum atau yang kerap digunakan untuk semua kepentingan. Kudhi ini mempunyai ukuran panjang 40 cm serta lebar 12 cm. Lalu Kudhi Melem, kudhi yan di bagian ujungnya seakan-akan berupa ikan melem. Ukurannya lebih kecil kurang lebih 30 cm panjangnya serta lebar 10 cm. Kudhi ini berperan untuk bikin bilik serta pagar rumah. Serta yang paling akhir Kudhi Arit, yakni type arit yang di bagian tengahnya memiliki weteng (perut). Type ini bisa digunakan diantaranya untuk kepentingan mencari kayu bakar, ramban (mencari dedaunan) atau untuk nderes (mencari nira). Ukuran kudhi ini kurang lebih 35 cm panjangnya serta 10 cm lebar perutnya. 

Makna 

Bagian-bagian kudhi terbagi dalam ; sisi ujung, perut, karah dan gagang. Bagian-bagian itu bukan sekedar berperan juga sebagai alat pemotong semata, tetapi adalah cermin dari karakter orang Banyumas yang sebenarnya. Berarti bila kita simak dengan cara bagian-perbagian. Ujung yaitu nilai egaliterian yang ada pada orang-orang Banyumas, pada semua bentuk budaya yang lain. Hal semacam ini ditunjukan pada bentuk ujung kudhi yang sama juga dengan senjata-senjata seperti golok, pedang serta semacamnya dari daerah lain. Bentuk perut memberikan bahwa manusia hidup bukan sekedar untuk penuhi nafsu belaka tetapi ada hal yang lebih utama yakni berupaya serta bekerja. Kekuatan perut kudhi sangatlah besar agar bisa merampungkan pekerjaan yang berat-berat seperti membelah atau memotong object yang besar. Karah di sini melambangkan bahwa tampilan (baca : materi) nyatanya tak dapat jadikan juga sebagai acuan buruk baiknya karakter sesorang. Hal semacam ini ditujukan bahwa tak seluruhnya karah yang bagus serta berukir bakal mempunyai perut serta ujung yang tajam (baca : baik). Sedang gagang adalah pegangan di mana orang Banyumas di dalam menanggapi hidup mesti mempunyai kepercayaan yang pasti.
Next Post Previous Post