Usaha Kecil dan Menengah
Ø Definisi
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Ø Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja di UKM
Usaha kecil menengah telah terbukti mampu hidup dan berkembang di dalam badai krisis selama lebih dari enam tahun, keberadaannya telah dapat memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar hampir 60%, penyerapan tenaga kerja sebesar 88,7% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia dan kontribusi UKM terhadap ekspor tahun 1997 sebesar 7,5% (BPS tahun 2000). Dalam menghadapi era perdagangan bebas dan otonomisasi daerah maka pengembangan UKM diarahkan pada :
1) Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM;
2) Pengembangan lembaga-lembaga financial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih murah;
3) Memberikan jasa layanan pengembangan bisnis non finansial kepada UKM yang lebih efektif;
4) Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. Berkembang atau matinya usaha kecil menengah dalam era perdagangan bebas tergantung dari kemampuan bersaing dan peningkatan efisiensi serta membentuk jaringan bisnis dengan lembaga lainnya.
Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian. Pada tahun 1996 data Biro Pusat Statistik menunjukkan jumlah UKM = 38,9 juta, dimana sektor pertanian berjumlah 22,5 juta (57,9%), sektor industri pengolahan = 2,7 juga (6,9%), sektor perdagangan, rumah makan dan hotel = 9,5 juta (24%) dan sisanya bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional (BPS, 1998). Nilai ini jauh tertinggal bila dibandingkan ekspor usaha kecil negara-negara lain, seperti Taiwan (65 %), Cina 50 %), Vietnam (20 %), Hongkong (17 %), dan Singapura (17 %).
Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti antara lain: perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan. Krisis ekonomi telah mengakibatkan jumlah unit usaha menyusut secara drastis (7,42%), dari 39,77 juta unit usaha pada tahun 1997 menjadi 36,82 juta unit usaha pada tahun 1998, dan bahkan usaha menengah dan besar mengalami penurunan jumlah unit usaha lebih dari 10%. Usaha menengah relatif yang paling lamban untuk pulih dari krisis ekonomi, padahal usaha menengah memiliki peran strategis untuk menjaga dinamika dan keseimbangan struktur perekonomian nasional dan penumbuhan kehidupan yang lebih demokratis.
Usaha mikro, kecil dan menengah memberikan lapangan kerja bagi 99,45% tenaga kerja di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang. Selama periode 2000 – 2003, usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang. Pada sisi lain, usaha besar hanya mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang selama periode 2000 – 2003. Hal ini merupakan bukti bahwa UMKM merupakan katup pengaman, dinamisator dan stabilisator perekonomian Indonesia.
Ø Nilai output dan nilai tambah
Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi NO atau NT terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari UM. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di UK lebih tinggi daripada di UM, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan L yang memang jauh lebih banyak di UK dibandingkan di UM (dan UB).
Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai NO dan NT dari UK di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d 39), ada beberapa hal yang menarik. pertama, NO atau NT bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, NO atau NT dari IMI lebih besar dibandingkan IK.
Sedangkan hasil SUSI (2000) menyajikan data mengenai nilai produk bruto (NO), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari selisih antara NO dan biaya antara, bisa didapat suatu gambaran mengenai besarnya NT yang diciptakan oleh kelompok usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan hukum menghasilkan NO paling besar; disusul kemudian industri pengolahan. Disektor terakhir ini, NO dari IMI sedikit lebih kecil dibandingkan NO yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, NO dan perhitungan NT-nya dari usaha tidak berbadan hukum juga di jaabarkan menurut wilayah.
Ø Ekspor
Dalam UKM untuk merelisasikan potensi ekspor ditentukan dari kombinasi factor-faktor keunggulan yang dimiliki UKM Indonesia atas pesaing-pesaingnya.Selain kontribusinya terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuhan X, khususnya X manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi X-nya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam konteks ekonomi/ perdagangan internasional, pengertian dari keunggulan relatif dapat didekati dengan keunggulan komperatif . keunggulan komporatif yang dimiliki Uk Indonesia terutama sifatnya yang padat karya (dan Indonesia memiliki jumlah L yang besar), keterampilan “Tradisional“ yang dimiliki pengusaha kecil (dan pekerja-pekerja) dalam mambuat produk terutama barang-barang kerajinan (yang merupakan keterampilan masyarakat yang sudah dimiliki lama dari generasi ke generasi), dan bahan baku yang berlimpah (khususnya produk berbasis pertanian). Sayangnya Uk di Indonesia relatif masih lemah terutama dalam SDM di banding manajemen, pemasaran, proses produksi yang modern atau lebih maju (diluar produksi secara tradisional), inovasi dan penguasaan teknologi.
Ø Prospek UKM dalam era perdaganganbebas dan globalisasi dunia
Berbagai unit usaha dalam setiap prospek perdagangan bebas akan mengusahakan sutau usaha yang benar-benar terbaru menciptakan usaha yang membuat konsumen tidak jenuh atau menciptakan inovasi produk terbaru dimana kita menghadapi perdagangan bebas didukung dari produk luar negeri yang sangat berpengaruh terhadap produk dalam negeri. Hal iniakan menyebabkan banyak menciptakan kesempatan kerja tetapi disisi lain perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian Indonesia akan menghadipi tantangan yyang akan mucul berbeda-beda di kegiatan ekonomi.Globalisasi perekonomian dunia akan mengakibatkan semakin tinggi mobilisasi modal,manusia dan sumber daya produksi semakin terintegrasi kegiatan produksi,investasi dan keuangan antarnegara menimbulkan gejolak ekonomi berpengaruh langsung terhadap ketidakstabilan perekonomian di wilayah lain.
Menghadapi persaingan bebas, usaha menengah dinilai jauh lebih siap dilihat dari segi kemampuan SDM, skala usaha dan kemampuannya untuk melakukan inovasi dan akses pasar. Dalam perjalanannya pembinaan terhadap UKM, lebih condong kepada pembinaan pengusaha kecil, sementara pembinaan terhadap usaha menengah seolah-olah terlupakan. Kebijakan pengembangan usaha bagi usaha menengah belum bersandar pada satu peraturan pemerintah sebagai payung kebijakan, dan dalam aras pengembangan usaha, masih terdapat grey area dalam pengembangan usaha menengah
Salah satu strategi untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas serta mengatasi kesenjangan yang terjadi, adalah dengan menumbuhkan usaha menengah yang kuat dalam membangun struktur industri. Strategi pengembangan usaha menengah ini praktis banyak dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entitas dan posisi usaha menengah dalam pertumbuhan ekonomi maupun dalam kebijakan pengembangan UKM.
Sekalipun peran usaha menengah lebih rendah dibandingkan dengan usaha kecil. Namun dengan memperhatikan posisi strategis dan keunggulan yang dimilikinya, Usaha menengah layak untuk didorong sebagai motor pengembangan UKM dalam persaingan bebas. Hal ini karena potensi teknologi dan sumberdaya manusianya jauh lebih tinggi dari pada usaha kecil.
Lebih jauh penulis mengungkapkan bahwa dengan terjadinya pergeseran tatanan ekonomi dunia pada persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa UKM menghadapi situasi yang bersifat double squeze yaitu situasi yang datang dari sisi internal berupa ketertinggalan produktivitas,
efisiensi dan inovasi; dan situasi yang datang dari eksternal pressure. Dengan adanya dua fenomena di atas yang perlu diperhatikan adalah masalah ketimpangan struktur usaha dan kesenjangan usaha besar dengan usaha kecil dan menengah.
Dalam era perdagangan bebas, dimana siklus produk relatif pendek dan sangat ditentukan oleh selera konsumen, mengharuskan setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar dan kemampuan inovasi produk, guna meningkatkan daya saingnya. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki oleh UKM pada umumnya. Disisi lain UKM memegang peran penting dalarn perekonomian Indonesia baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dalam penciptaan lapangan kerja. Dalam hal ekspor, UKM memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan ekspor. Hanya saja potensi ini belum dimanfaatkan dengan optimal. Hanya UKM yang bergerak di sektor industri tertentu saja yang sudah melakukan ekspor.
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. 1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 2. Departemen Koperasi dan UKM, namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri.
Dalam menghadapi persaingan di Zaman Era Globalisasi yang sedang bergulir tahun 2014, UKM Republik Indonesia dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar. Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategi.
Sumber :