Pengambilan Keputusan dalam Manajemen dan Study Kasus- FE UNILA







JENIS-JENIS KEPUTUSAN DAN MASALAHNYA
Sebuah keputusan (decision) merupakan pilihan yang dibuat dari alternatif-alternatif yang ada.  Pengambilan keputusan (decision making) adalah proses dalam mengenali masalah-masalah dan peluang-peluang untuk kemudian dipecahkan. Pengambilan keputusan mengharuskan adanya usaha baik sebelum ataupun sesudah dibuatnya pilihan yang nyata.

Keputusan yang Terprogram dan Tidak Terprogram
Keputusan-keputusan dalam manajemen biasanya dibagi kedalam dua kategori : yang terprogram dan yang tidak terprogram. Keputusan yang terprogram (programmed decision)berada dalam situasi yang telah sering muncul hingga aturan-aturan dalam mengambil keputusan bisa dibuat dan diterapkan. Keputusan yang terprogram dibuat untuk menjawab persoalan-persoalan organisasi yang kerap kali terjadi.
Keputusan tidak terprogram (nonprogrammed decision) diambil untuk menjawab situasi yang unik, sulit dikenali dan sangat tidak terstruktur, serta membawa konsekuensi penting bagi organisasi. Sebagian besar keputusan tidak terprogram berkaitan dengan perencanaan strategis karena tingkat ketidakjelasannya yang tinggi dan keputusan-keputusan yang harus diambil pun rumit.

Menghadapi Kejelasan dan Ketidakjelasan
Satu perbedaan utama antara keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram ada dalam kaitannya dengan tingkat kejelasan dan ketidakjelasan yang harus ditangani manajer dalam mengambil keputusan. Dalam dunia yang sempurna, manajer akan memiliki semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan. Namun pada kenyataannya, beberapa hal berada diluar pengetahuannya; karenanya beberapa keputusan akan gagal memecahkan masalah tertentu atau gagal mendapatkan hasil yang dikehendaki. Manajer akan mencoba mendapatkan informasi tentang alternatif-alternatif dalam mengambil keputusan yang akan mengurangi tingkat ketidakjelasan. 
 
Setiap situasi saat pengambilan keputusan dapat diatur dalam sebuah skala sesuai dengan ketersediaan informasi dan kemungkinan akan kegagalan. Empat posisi dalam skala tersebut adalah kejelasan, risiko, ketidakjelasan, dan ambiguitas. Sementara keputusan yang terprogram dapat dibuat dalam situasi yang melibatkan kejelasan, sebagian besar situasi yang harus ditangani manajer setiap hari terdiri atas setidaknya tingkat ketidakjelasan dan mengharuskan adanya pengambilan keputusan yang tidak terprogram.

Kejelasan  Kejelasan (certainty),artinya semua informasi yang diperlukan oleh pihak pengambil keputusan telah tersedia secara menyeluruh. Manajer mengetahui informasi tentang kondisi operasional, biaya dan ketidakleluasaan sumber daya, dan setiap tindakan dan hasil yang mungkin didapat.
Risiko Risiko (risk) artinya adalah bahwa sebuah keputusan harus memiliki tujuan-tujuan yang jelas dan informasi yang baik selalu tersedia, tetapi hasilnya di masa depan yang berhubungan dengan setiap alternatif belumlah pasti. Namun, informasi yang cukup selalu tersedia bagi kemungkinan diperkirakannya hasil yang sukses untuk setiap alternatif. Analisi statistic dapat digunakan untuk menghitung kemungkinan untuk  mengalami kegagalan dan keberhasilan. Pengukuran risiko akan mencegah peristiwa-peristiwa di masa depan yang dapat menggagalkan alternative solusi yang di ambil.
Ketidakpastian ketidakpastian (uncertainty), artinya adalah bahwa manajer mengetahui tujuan mana yang ingin dicapainya, tetapi informasi tentang alternatif-alternatif dan peristiwa di masa depan tidaklah lengkap. Faktor-faktor  yang mungkin akan memengaruhi sebuah keputusan, seperti masalah harga, biaya produksi, volume, dan suku bunga di masa yang akan dating, adalah persoalan yang sulit untuk dianalisis dan diperkirakan.

Ambiguitas dan Konflik Ambiguitas (ambiguity) sekiranya adalah situasi paling sulit dalam pengambilan keputusan. Ambiguitas berarti bahwa tujuan-tujuan yang akan dicapai atau permasalahan-permasalahan yang hendak dipecahkan tidak jelas, alternatif-alternatif  sangatlah sulit ditentukan, dan informasi mengenai hasilnya nanti tidaklah tersedia.
Situasi yang benar-benar ambigu dapat menciptkan apa yang terkadang disebut dengan masalah keputusan yang gagal. Keputusan yang gagal adalah keputusan yang mendatangkan konflik dan bukan mencapai tujuan serta alternatif keputusan, membuat keadaan yang tidak stabil, tidak memiliki informasi dan link yang jelas di antara unsur-unsur penting dalam mengambil keputusan.

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Model yang Ideal dan Rasional
Model klasik (classical model) dalam pengambilan keputusan didasarkan pada asumsi ekonomi rasional dan keyakinan manajer tentang seperti apakah seharusnya pengambilan keputusan yang ideal itu. Model klasik ini telah muncul dalam literature manaemen karena manajer diharapkan untuk mengambil keputusan yang pantas secara ekonomi dan demi kepentingan ekonomi perusahaan. Empat asumsi yang menggaris bawahi model ini adalah sebagai berikut.
1.              Pengambil keputusan bekerja untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah diketahui dan disepakati. Masalah-masalah harus dirumuskan dan ditentukan dengan tepat.
2.              Pengambil keputusan bekerja keras dalam kondisi ketidakpastian, dengan mengumpulkan informasi yang lengkap. Semua alternatif dan hasil yang mungkin didapatkan harus diperhitungkan.
3.              kriteria untuk mengevaluasi pilihan alternatif harus diketahui. Pengambil keputusan memilih alternative yang akan memaksimalkan laba bagi organisasi.
4.              Pengambil keputusan adalah orang yang rasional dan menggunakan logika untuk menetapkan nilai-nilai, membuat pilihan, mengevaluasi alternatif, dan mengambil keputusan yang akan memaksmalkan pencapaian tujuan organisasi.
Model klasik dalam mengambil keputusan dianggap sebagai model yang normatif, yang berarti bahwa model ini menentukan bagaimana seorang pengambil keputusan seharusnya mengambil keputusan. Model ini tidak benar-benar menggambarkan bagaimana cara manajer mengambil keputusan, seperti dengan memberikan panduan dalam mendapatkan keluaran yang ideal bagi perusahaan. Pendekatan yang ideal dan rasional yang ada dalam model klasik ini sering kali tidak mampu dilakukan oleh orang-orang di organisasi, tetapi model ini memiliki nilai karena model ini membantu pengambil keputusan untuk lebih rasional dan tidak sepenuhnya mengandalkan pilihan pribadi dalam mengambil keputusan. Model klasik ini paling berguna jika diterapkan untuk keputusan terprogram dan untuk keputusan-keputusan dengan kepastian dan risiko yang jelas dimana terdapat informasi yang berhubungan dan kemungkinan-kemungkinan pun dapat diperhitungkan.

Bagaimanakah Sebenarnya Manajer Mengambil Keputusan
Pendekatan lain yang digunakan dalam pengambilan keputusan, yang disebut sebagai model administratif (administrative model), dianggap bersifat deskriptif (descriptive), yang artinya model ini menggambarkan bagaimana manajer benar-benar melakukan pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks, dan bukannya mendikte bagaimana manajer seharusnya mengambil keputusan berdasarkan teori ideal. Model administrative mengenali keterbatasan yang dimiliki manusia dan lingkungan yang memengaruhi tingkat rasionalitas manajer dalam proses pengambilan keputusan. Dalam situasi situasi yang sulit, seperti situasi yang dicirkan oleh pengambilan keputusan yang tidak terprogram, ketidakpastian, dan ambiguitas, manajer biasanya tidak mampu membuat keputusan yang rasional secara ekonomi bahkan jika sebenarnya ia menginginkan.
Rasional yang Terbatas dan Pemuasan, model administrtif dalam pengambilan keputusan didasarkan pada karya Herbert A. Simon. Simon mengajukan dua konsep yang dapat berperan dalam membentuk model administratif: rasionalitas yang terbatas dan pemuasan. Rasionalitas yang terbatas (bounded rationality) konsep bahwa manusia memiliki waktu dan kemampun kognitif untuk memproses informasi dalam jumlah yang terbatas yang akan digunakannya dalam mengambil keputusan. Pemuasan (satisficing) berarti bahwa seorang pengambil keputusan memilih alternatif solusi pertama yang dapat memuaskan criteria minimal dalam membuat sebuah keputusan yang baik, meskipun solusi yang lebih baik bisa jadi akan terpikirkan nanti.
Model administratif mengandalkan asumsi yang berbeda dari asumsi-asumsi pada model klasik dan model administratif ini berfokus pada faktor_faktor d organisasi
 
yang memengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan individu. Menurut model administratif: 
  1. Tujuan-tujuan dari pengambilan keputusan sering kali tidak jelas, bertentangan dan kurang adanya konsensus di antara para manajer.
  2. Prosedur rasional tidak selalu digunakan, dan ketika prosedur rasional digunakan, prosedur ini dibatasi hingga menjadi sebuah cara sederhana dalam memandang masalah yang tidak menangkap kompleksitas dari hal-hal yang sebenarnya terjadi dalam organisasi.
  3. Pencarian untuk menemukan alternatif yang dilakukan oleh manajer bersifat terbatas karena manusia, informasi, dan sumber daya pun bersifat terbatas.
  4. Sebagian besar manajer akhirnya melakukan pemuasan daripada mencari solusi yang paling baik, sebagian karena maanajer-manajer tersebut memiliki keterbatasan informasi dan sebagian lagi karena mereka hanya memiliki kriteria yang tidak jelas untuk mencari solusi yang paling baik.
Intuisi, aspek lainnya dari pengambilan keputusan dengan model administratif adalah intuisi. Intuisi (intuition) adalah pemahaman yang cepat terhadap situasi genting berdasarkan pengalaman di masa lalu tetapi tanpa pemikiran yang sadar. Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi tidaklah sewenang-wenang atau tidak rasional karena didasarkan pada pengalaman aktif selama bertahun-tahun yang memungkinkan manajer untuk menentukan solusi dengan cepat tanpa harus melalui perhitungan yang sangat saksama.

Model Politik
Model pengambilan keputusan yang ketiga ini sangatlah berguna dalam membuat keputusan yang tidak terprogram ketika situasinya tidak jelas, informasinya terbatas, dan adanya konflik anatara manajer tentang tujuan yang akan dicapai atau tindakan apa yang akan dilakukan. Sebuah koalisi(coalition) adalah sebuah aliansi tidak resmi di anatara manajer-manajer yang medukung sebuah tujuan tertentu. Pembangunan koalisi adalah proses pembentukan aliansi di anatara manajer-manajer. Pembangunan koalisi memberikan kesempatan bagi manajer-manajer untuk berkontribusi dalam

mengambil keputusan, dengan meningkatkan komitmen mereka pada alternatif yang akhirnya mereka pilih. Model politik sangatlah mewakili lingkungan politik yang asli dimana sebagian besar manajer dan para pengambil keputusan bekerja. Keputusan adalah sesuatu yang kompleks dan melibatkan banyak orang, informasi sering kali ambigu, dan ketidaksepakatan serta konflik di setiap masalah dan juga solusi adalah hal yang biasa ada. Model politik dimulai dengan empat asumsi dasar:
1.              Organisasi terdiri dari kelompok-kelompok dengan kepentingan, tujuan, dan nilai-nilai yang beragam. Para manajer biasanya tidak sepakat dalam menentukan prioritas masalah dan mungkin tidak mengerti atau memiliki tujuan dan kepentingan yang sama dengan sesama manajer lain.
2.              Informasi sering kali ambigu dan tidak lengkap. Usaha untuk mengambil keputusan dengan rasional terbatasi oleh komplesitas banyak hal dan juga batasan-batasan yang dtang dari diri sendiri ataupun organisasi.
3.              Para manajer tidak memiliiki waktu, sumber daya, atau kapasitas mental untuk mengenali semua dimensi masalah dan memproses semua informasi yang relevan. Manajer saling berbincang satu sama lain dan bertukar pikiran guna mengumpulkan informasi dan mengurangi ambiguitas.
4.              Manaajer terlibat dalam perdebatan untuk memutuskan tujuan-tujuan dan mendiskusikan alternatif-alternatifnya. Keputusan adalah hasil tawar-menawar dan diskusi di antara anggota-anggota koalisi.

Ciri-ciri Model Pengambilan Keputusan Klasik, Administratif, dan Politik
 
Model Klasik
Model Administratif
Model Politik
Permasalahan dan tujuan yang jelas
Permasalahan dan tujuan yang tidak jelas
Tujuan yang banyak dan bertentangan
Kondisi dengan kepastian
Kondisi dengan ketidakpastian
Kondisi dengan ketidakpastian/ambiguitas

Informasi yang lengkap akan alternatif dan keluarannya
Informasi yang terbatas akan alternatif dan keluarannya
Sudut pandang yang tidak konsisten, informasi yang ambigu
Pilihan rasional oleh individu untuk memaksimalkan keluaran
Pilihan pemuasan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan intuisi
Tawar-menawar dan diskusi diantara anggota-anggota koalisi

LANGKAH-LANGKAH DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN
Pengenalan Syarat-syarat Sebuah Keputusan
Manajer menghadapi syarat-syarat dalam mengambil sebuah keputusan  dalam bentuk masalah maupun peluang. Sebuah masalah (problem) muncul ketika pencapaian organisasi kurang dari tujuan yang telah ditentukan. Ada beberapa aspek dari kinerja bisnis yang tidak memuaskan. Sebuah peluang (opportunity) muncul ketika manajer melihat pencapaian yang potensial yang melebihi tujuan organisasi saat itu. Manajer melihat kemungkinan untuk meningkatkan kinerja di atas kinerja kerja yang selama ini telah dilakukan. Kesadaran akan masalah dan peluang merupakan langkah awal dalam rangkaian dan menuntut adanya pengamatan terhadap lingkungan internal dan eksternal akan persoalan-persoalan yang pantas diperhatikan oleh para eksekutif.

2) DIAGNOSIS DAN ANALISIS SEBAB-AKIBAT
Diagnosis adalah langkah dalam proses pengambilan keputusan di mana menejer nganalisis faktor-faktor sebab akibat penting yang berhubungan dengan situasi penting.
Kepner dan Tregoe, ang melakukan penelitian ekstensif tentang penganbilan keputusan yang dilakukan manejer, menyarankan bahwa manejer menanyakan serangkaian pertanyaan untuk menspesifikasikan sebab-sebab penting. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan membantu mengenali apa yanh sebenarnya terjadi dan mengapa.


3) Pengembangan Alternatif

Tahap berikutnya adalah membuat solusi alternatif yang akan menjawab kebutuhan yang ada dan memperbaiki sebab-sebab yang mendasarinya. Untuk keputusan yang terprogram, alternatif-alternatif dapat dengan mudah dikenali dan bahkan biasanya sudah tersedia dalam peraturan dan prosedur organisasi.
Bagi keputusan-keputusan yang dibuat di bawah kondisi dengan ketidakpastian yang tinggi, manejer hanya dapat mengembangkan satu atau dua solusi yang akan bisa jadi pemuasan dalam mengatasi masalah. Namun, penelitian menunjukkan bahwa membatasi pencarian alternatif merupakan sebab utama gagalnya pengambilan keputusan di organisasi.


4) Pemilihan Alternatif yang Dikehendaki
Setelah beberapa alternatif berhasil di kembangkan, organisasi harus memilih satu alternatif. Pilihan keputusan adalah seleksi dari arah tindakan alternatif yang paling menjanjikan. Yang yerbaik adalah yang solusinya paling sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai keseluruhan organisasi, serta mencapai hasil yang dikehendaki dengan menggunakan sumber daya paling sedikit. Manejer mencoba menyeleksi pilihan dengan resiko dan ketidakpastian paling sedikit. Dikarenakan beberapa resiko selalu ada dalam keputusan yang tidak terprogram, manejer mencoba untuk mengukur prospek-prospek menuju sukses. Manejer dapat mengandalkan intuisi dan pengalaman untuk memperkirakan jika suatu arah tindakan sekiranya akan berhasil.
 
 
5) Penerapan Alternatif Terpilih
Tahap penerapan (implementation) adalah tahap di mana kemampuan manejerial, administratif, dan persuasif yang dimiliki seorang manejer akan digunakan untuk menjamin bahwa alternatif terpilih akan dijalankan. Keahlian dalam berkomunokasi, memotifasi, dan memimpin harus digunakan untuk mewujudkan keputisan ini dan menggerakkan para pegawai untuk lebih berkomitmen.


6) Evaluasi dan Umpan Balik
Pada tahap evaluasi, yang merupakan bagian proses pengambilan keputusan, para pengambil keputusan akan mendapatkan informasi tentang seberapa baiknya mereka menerapkan keputusan yang telah mereka ambil dan apakah penerapan ini efektif dalam mencapai tujuan mereka. Umpan balik adlah hal yang penting karena pengambilan keputusan adalah proses yang berkwlanjutan dantidak pernah berakhir.
Umpan balik memberikan informasi pada pengambil keputusan yang nantinya bisa membentuk siklus pengambilan keputusan yang baru. Keputusan yang diambil bisa saja gagal, karena manejer dapat menciptakan analisis permasalahan yang baru, mengevaluasi alternatif-alternatif, dan menyeleksi alternatif yang baru.

D. KERANGKA KERJA KEPUTUSAN PRIBADI
Bagaimanapun, tidak semua manejer membuat keputusan dengan cara yang sama. Bahkan, perbedaan yang signifikan membedakan cara-cara yang digunakan manejer dalam melakukan pendekatan terhadap masalah dan mengambil keputusan terkait masalah tersebut. Perbedaan ini dapat dijelaskan dengan konsep gaya pengambilan keputusan (decision styles). Gaya pribadi pengambilan keputusan mengacu pada perbedaan di antara orang-orang yang berhubungan dengan cara mereka mengevaluasi masalah, pengembangan macam alternatif, dan membuat pilihan.
Empat gaya pengambilan keputusan :

a) Gaya direktif, digunakan oleh orang-orang yang lebih memilih solusi masalah yang sederhana dan jelas. Maneger yang menggunakan gaya ini seringkali mengambil keputusan dengan cepat, ia tidak mau beruruaan dengan banyak informasi san mungkin hanya memperkirakan satu atau dua alternatif.
b) manejer dengan gaya analisis sering mempertimbangkan solusi yang kompleks bedasarkan data sebanyak mungkin yang dapat mereka kumpulkan. Orang-orang seperti ini mempertimbangkan dengan hati-hati. Meraka mencari keputusan terbaik yang mungkin ada berdasarkan informasi yang tersedia.
3) orang-orang yang cenderung ke arah gaya konseptual juga senang memperhatikan sejumlah besar informasi. Manejer yang menggunakan cara ini selalu mempertimbangkan alternatif yang banyak , mengandalkan informasi baik dari orang-orang ataupun dari sistem, dan senang menyelesaikan masalah dengan kreatif.
4. Gaya perilaku, adalah gaya yang digunakan oleh manejer yang memiliki perhatian mendalam terhadap orang lain sebagai individu. Orang dengan gaya perilaku biasanya berhubungan dengan perkembangan pribadi orang lain dan dapat membuat keputusan yang dapat membantu orang lain mencapai tujuan mereka.

MENGAPA MANAJER MENGAMBIL KEPUTUSAN YANG SALAH?
Manajer dihadapkan pada tuntutan untuk selalu membuat keputusan, mulai dari untuk menyelesaikan masalah kecil hingga menerapkan perubahan strategi besar. Bahkan seorang manajer terbaik pun akan melakukan kesalahan. Namun manajer dapat meningkatkan persentasinya dalam membuat keputusan yang tepat dengan memahami  beberapa factor yang menyebabkannya membuat keputusan yang tidak tepat. Sebagian besar keputusan yang tidak tepat adalah kesalahan penilaian yang berasal dari kapasitas pikiran manusia yang terbatas dan dalam keberatsebelahan alami yang diperlihatkan manajer selama proses pengambilan keputusan. Dengan menyadari enam keberatsebelahan di bawah ini, manajer terbantu dalam membuat pilihan lebih seksama. 

  1. Terpengaruh oleh kesan pertama. Ketika sedang mempertimbangkan sebuah keputusan, pikiran seringkali memberikan bobot yang tidak sesuai terhadap informasi pertama yang diterimanya. Kesan, statistic, atau perhitungan pertama ini bertindak sebagai jangkar bagi pemikiran dan penilaian kita selanjutnya. 
  2. Membenarkan keputusan-keputusan yang lalu. Banyak manajer yang jatuh kedalam jebakan dengan membuat pilihan yang membenarkan keputusan-keputusannya yang lalu, bahkan jika keputusan-keputusan tersebut tidak lagi sah.
  3. Melihat apa yang ingin dilihat. Orang-orang seringkali mencari informasi yang mendukung insting dan sudut pandang yang mereka percaya dan menghindari informasi yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Keberatsebelahan ini akan selalu memengaruhi arah manajer dalam mencari informasi, juga bagaimana manajer tersebut mengartikan informasi yang ia temukan. 
  4. Mempertahankan status quo. Manajer mungkin mendasarkan keputusannya pada apa yang telah berhasil di masa lalu dan gagal mengeksplorasi pilihan-pilihan baru, menggali informasi tambahan, atau menyelidiki teknologi-teknologi baru. 
  5. Terpengaruh oleh kerangka masalah. Respons jkeputusan manajer dapat dipengaruhi oleh sekadar bagaimana masalah itu disampaikan dengan kata-kata. 
  6. Terlalu percaya diri. Sebagian besar orang memandang terlalu tinggi terhadap kemampuannya dalam memperkirakan hasil yang tidak pasti. Sebelum mengambil keputusan, manajer memiliki ekspektasi yang tidak nyata akan kemampuannya untuk memahami risiko dan membuat pilihan yang tepat.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK YANG INOVATIF

Kemampuan untuk membuat keputusan dengan cepat, baik, dan berkualitas tinggi di atas dasar tertentu merupakan keahlian yang penting dalam organisasi yang bergerak cepat saat ini. Dalam banyak industry, tingkat perubahan persaingan dan perubahan teknologi sangatlah besar sehingga peluang-peluang juga berlalu cepat, informasi yang jelas dan lengkap jarang tersedia, dan harga yang harus dibayar karena lambatnya mengambil keputusan adalah hilangnya bisnis atau jatuhnya perusahaan.

Mulailah dengan Curah Gagasan
Curah gagasan (brainstorming) mengharuskan adanya sekelompok orang yang berkumpul secara langsung untuk memberikan alternatif-alternatif dengan cakupan yang sangat luas secara spontan untuk melakukan pengambilan keputusan. Kunci untuk melakukan curah gagasan yang efektif adalah bahwa setiap orang dapat mengembangkan ide milik orang lain, semua ide dapat diterima, meskipun ide tersebut kedengaran gila, serta kritik dan evaluasi tidaklah boleh disertakan. Tujuan dari curah gagasan adalah untuk mengumpulkan ide sebanyak mungkin.
Sebuah pendekatan baru-baru ini, yaitu pendekatan brainstorming elektronik, memanfaatkan pendekatan kelompok sekaligus menghilangkan beberapa kekurangannya. Curah gagasan elektronik (electronic brainstorming), yang terkadang disebut brainwriting, mempersatukan orang-orang dalam sebuah kelompok interaktif melalui jaringan computer.

Teribat dalam Perdebatan yang Sengit
Kunci yang penting dalam membuat keputusan yang lebih baik adalah dengan melakukan perdebatan yang sengit mengenai permasalahan yang ada. Manajer yang baik mengakui bahwa konflik yang bersifat membangun yang berdasarkan pada pemikiran yang beragam dapat memfokuskan suatu masalah, membuat ide menjadi jelasm memicu pemikiran kreatif, menciptakan pemahaman terhadap masalah dan menciptakan alternative-alternatif, secara meningkatkan kualitas keputusan yang akan
di ambil. Perdebatan yang sengit dapat dipicu dengan bebrapa cara. Salah satu caranya adalah dengan meyakinkan diri bahwa suatu kelompok itu memiliki perbedaan usia dan jenis kelamin, bidang keahlian, tingkatan hierarki, dan pengalaman kerja. Sebagian dari anggota kelompok bertugas sebagai pengacara jahat (devil’s advocate), yaitu pihak yang berperan sebagai pihak yang meregukan suatu perkiraan atau penegasan yang dibuat oleh kelompok tersebut. Pihak yang menjadi pengacara jahat dapat membuat kelompoknya berpikir ulang mengenai pendekatan yang di pakainya dalam menyelesaikan masalah dan menghindarkan kelompoknya dari ketergesaan dalam menyimpulkan sesuatu. Pendekatan yang lainnya adalah dengan membuat para anggota kelompok mengembangkan alternative sebanyak mungkin dan mendorong orang-orang untuk menyampaikan ide yang tidak mereka
kehendaki dengan tujuan untuk memancing perdebatan. Namun, cara lain untuk mendorong terjadinya konflik yang bersifat membangun adalah dengan menggunakan teknik yang disebut balas-membalas (point-counterpoint), yang memecah kelompok menjadi dua subkelompok dan memberikan tanggung jawab yang berbeda dan seringkali bertentangan pada kedua subkelompok tersebut. Kedua subkelompok tersebut kemudian mengembangkan dan bertukar pikiran serta membahas dan
memperdebatkan berbagai pilihan hingga mereka sampai pada hingga mereka sampai pada pemahaman dan rekomendasi bersama.

Hindari Groupthink
Groupthink adalah kecenderungan anggota kelompok untuk tidak mengutarakan opini-opini yang bertentangan. Ketika para anggota kelompok jatuh kedalam groupthink, hasrat untuk selalu harmonis mengalahkan pertimbangan untuk mendapatkan keputusan yang berkualitas. Anggota kelompok lebih mementingkan menjaga persatuan daripada meragukan permasalahan dan alternative secara realistis. Para anggota kelompok menyaring opini pribadinya dan segan member kritik pada opini orang lain.

Tahu Kapan Harus Gagal
Dalam lingkungan yang bergerak cepat, manajer yang baik akan berani mengambil risiko dan belajar dari kesalahan, tetapi manajer yang baik juga tidak ragu untuk menghentikan hal yang tidak akan berhasil. Penelitian telah menemukan bahwa manajer dan organisasi sering kali terus memberikan waktu dan uang untuk sesuatu yang sudah terbukti akan gagal. Kecenderungan ini dianggap sebagai komitmen ekskalasi (escalating commitment).


Stadi kasus
Kasus Kekecewaan Pelenggan Perusahaan Apple Terhadap Penurunan Harga Iphone
Pada tanggal 5 Septembe 2007, Steve Jobs, CEO Perusahaan Apple melakukan praktek diskriminasi harga sebagai strategi pemasarannya yaitu menurunkan harga product iPhone mereka yang sangat sukses sejumlah $200 dari harga semula sebesar $599 yang merupakan harga perkenalan yang sudah sejak dua bulan. Tak perlu
dibicarakan, dia menerima email yang sangat banyak dari para pelanggan yang kecewa dan marah. Dua hari kemudian,  Steve Jobs menawarkan $100 kredit yang dapat di gunakan di toko Apple dan online store kepada para pelanggan yang sudah membayar harga penuh. Apakah keputusan untuk mengurangi $200 dan sikap untuk melakukannya tepat dari sudut pandang etika?
Seandainya pihak management Apple melakukan sniff test sebelum mengambil keputusan mungkin mereka memiliki kesimpulan bahwa ibu mreka tidak akan bangga atau nyaman dengan keputusan tersebut. Sama halnya, mungkin mereka akan sadar bahwa pengurangan harga juga bertentangan dengan kode etik pelayanan pelanggan Apple. 
Jika Apple hanya melihat dari sisi pemegang saham dalam mengambil keputusan tersebut, mereka akan sadar selain pelanggan awal yang terkena imbas, perusahaan Apple sendiri ternoda dan itu bisa juga berimbas terhadap pelanggan lain yang mereka coba untuk dekati. Sebagai tambahan, para pekerja Apple yang mana banyak diantara
mereka sudah tergoda oleh reputasi Apple yang kuat yang selalu menyediakan solusi yang inovatif dengan standar tinggi akan dipertanyakan oleh company mothers, yang mana akan melemahkan komitmen dan kesetiaan mereka.
Seandainya pihak perusahan Apple sudah menerapkan philosophi etika traditional mereka akan mengetahui hal hal berikut.
 1.  Konsekuensialisme 
Dari sisi pandang keuntungan,  Apple mengharapkan lebih dari sekedar pengimbangan dari $200 pengurangan harga per unit in margin dan mendapatkan jumlah penjualan yang besar.  Jika hanya untukk iPhone saja mungkin cara ini sudah tepat, tapi Apple juga memiliki banyak produk lain yang juga akan dibeli oleh pelanggan mereka yang juga bisa terkenda dampak negatifnya. Dan juga melihat keputusan tersebut sebagai kesempatan untuk pengurangan harga dari harga awal yang tinggi.  Sikap GOUGING sudah bisa di tebak yang mana akan merusak nilai proposisi apple secara keseluruhan dan juga penjualan produk selain iPhone akan
terpengaruh sebagai dampak dari keputusan tersebut. Secara umum, pihak management mungkin  yakin dengan keputusan penggabungan untuk penjualan iPhone dan produk lainnya.
2. Tugas, Hak dan Justice Para excecutive Apple mempunyai tugas untuk mendapatkan keuntungan selama hal tersebut tidak melanggar hukum. Dalam kasus ini, para pembeli awal iPhone memiliki hak secara legal untuk menuntut perusahaan dengan alasan perlakuan yang tidak adil.  Namun, aksi individual akan lebih sedikit dari pada class action. Dampak dari ketidakadilan pengurangan harga dapat berupa tekanan buruk yang signifikan.
3.   Kualitas Bagus yang Diharapkan
Dalam pikiran pelanggan dan pekerja pada perusahaan Apple, Jobs mempunyai image secara teknis sebagai jenius yang berpandangan jauh ke depan yang terarah untuk menyediakan nilai yang hebat bagi stakeholder. Penurunan harga $200 tidak sesuai dengan harapan mereka pada Jobs dan Apple.
Apple seharusnya juga menggunakan pertanyaan “Tucker Framework” yang dikembangkan dan dimodifikasi untuk menguji penurunan harga $200. Jika begitu adanya, jawabannya adalah sebagai berikut:
1.              Apakah hal ini menguntungkan? Hasilnya tidak jelas apakah menguntungkan atau tidak.
2.              Apakah hal ini legal? Mungkin, kecuali perlindungan konsumen tidak disinggung.
3.              Apakah hal ini adil? Tidak menurut beberapa pelanggan dan pekerja.
4.              Apakah hal ini benar? Tidak menurut beberapa eksekutif, pekerja, dan pelanggan potensial.
5.             Apakah hal ini mendemonstrasikan kualitas bagus yang diharapkan? Tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya.
6.              Pertanyaan opsional: Apakah ini berkelanjutan? Isu dampak terhadap lingkungan tidak dilibatkan dalam keputusan ini, tapi akan berdampak
7.              negative dan signifikan jangka menengah dan jangka yang lebih panjang. Sangat tidak bijak untuk mengulang keputusan atau mengabaikan dampak negatif di masa depan yang berpengaruh terhadap reputasi.
Sewajarnya, Apple harus mempertimbangkan praktek diskriminasi harga sebagai strategi pemasaran sebagai ketidakadilan dan ketidakbijakan tanpa adanya mitigasi bagi pembeli awal iPhone. Apakah pemberian kredit $100 memadai? Dalam peristiwa apapun, Jobs dapat menghindari tekanan negatif dan kerusakan pada reputasinya dan
Apple, jika Apple telah menggunaka EDM untuk menganalisa keputusan sebelum bertindak.
Hal ini harus menjadi catatan bahwa meskipun potongan harga yang disebutkan pada kasus ini tidak jarang dan dianggap tidak umum sebagai masalah etika serius, mereka mempunyai aspek etis yang bisa dinilai menggunakan pendekatan EDM. Mereka merepresentasikan risiko yang dapat melemahkan reputasi eksekutif dan perusahaan yang terlibat.

REVIEW/ tinjauan :
Dalam pengambilan keputusan, eksekutif maupun CEO suatu perusahaan perlu mempertimbangkan pendekatan etis pengambilan keputusan yaitu:
Consequences, Utility
Duty, Rights, Justice
Virtue Expectations
Jika dijabarkan ketiganya, dapat dikatakan pertimbangan-pertimbangan dari ketiga pendekatan antara lain:
1. Well-offness/ Consequentialism :
Keputusan yang kan dibuat harus menghasilkan keuntungan lebih dari biaya yang dikeluarkan. Dalam kasus Apple, tidak jelas apakah keputusan pengurangan harga menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan atau sebaliknya.
2. Rights, Duty/ Deontology
Keputusan yang akan dibuat seharusnya tidak menyinggung hak daripada stakeholder termasuk pembuat keputusan. Menurut perusahaan, perusahaan telah membuat keputusan yang benar. Akan tetapi ada pihak-pihak yang merasa mereka tidak diperlakukan dengan adil dan bijak atas keputusan yang dibuat perusahaan yakni pelanggan awal yang membeli produk perusahaan tersebut dengan harga tinggi.
3. Fairness/ Justice
Pembagian keuntungan dan beban harus adil. Menurut beberapa pelanggan dan pekerja, ada ketidakadilan dalam keputusan yang diambil oleh perusahaan.
4. Virtue Expectations/ Virtue Ethics
Motivasi keputusan harus merefleksikan kualitas bagus yang diharapkan stakeholder. Bayak pelanggan merasa kecewa dengan keputusan ini. Artinya, keputusan yang diambil sama sekali tidak merefleksikan kualitas bagus yang diharapkan.
Empat pertimbangan di atas harus memuaskan orang yang terkena dampak keputusan tersebut agar keputusan dapat dipertimbangkan sebagai keputusan yang etis.
Namun, jika dilihat dari kasus perusahaan Apple yang dikaitkan dengan pertimbangan di atas, lebih banyak dampak negatif yang dirasakan dari keputusan tersebut. Artinya, keputusan yang diambil oleh perusahaan Apple belum cukup etis. 
Jika dilihat dari pendekatan tradisional dengan 5 pertanyaan, yakni:
  1. Apakah hal ini menguntungkan? Hasilnya tidak jelas apakah menguntungkan atau tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya.
  2. Apakah hal ini legal? Mungkin, kecuali perlindungan konsumen tidak disinggung. 
  3. Apakah hal ini adil? Tidak menurut beberapa pelanggan dan pekerja. 
  4. Apakah hal ini benar? Tidak menurut beberapa eksekutif, pekerja, dan pelanggan potensial. 
  5. Apakah hal ini mendemonstrasikan kualitas bagus yang diharapkan? Tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya
  6. Pertanyaan opsional: Apakah ini berkelanjutan? Isu dampak terhadap lingkungan tidak dilibatkan dalam keputusan ini, tapi akan berdampak negative dan signifikan jangka menengah dan jangka yang lebih panjang.
  7. Sangat tidak bijak untuk mengulang keputusan atau mengabaikan dampak negatif di masa depan yang berpengaruh terhadap reputasi.
Menurut teori, jika terdapat lebih dari satu respon negative ketika lima pertanyaan tersebut diajukan, pe,buat keputusan seharusnya merevisi kembali keputusan yang akan diambil untuk menghapus dampak-dampak negative yang akan timbul. Jika revisi keputusan berhasil dan mengarah kea rah positif, maka keputusan yang diambil pun menjadi keputusan yang etis,
Jika dilihat dari kasus perusahaan Apple, terdapat lebih dari satu respon negative atas pertanyaan yang diajukan. Dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil oleh Apple bukanlah suatu keputusan yang etis.
  


DAFTAR ISI
Daft .Richard L 2010, Era Baru Manajemen Stiven Robin, Salemba empat.Jakarta




mudah mudahan bermanfaat.















































Next Post Previous Post